حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ طَلْحَةَ، عَنْ أَنَسٍ ـ رضى الله عنه ـ قَالَ مَرَّ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِتَمْرَةٍ فِي الطَّرِيقِ قَالَ ‏"‏ لَوْلاَ أَنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُونَ مِنَ الصَّدَقَةِ لأَكَلْتُهَا ‏"‏‏.‏ وَقَالَ يَحْيَى حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنِي مَنْصُورٌ وَقَالَ زَائِدَةُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ طَلْحَةَ حَدَّثَنَا أَنَسٌ‏.‏
Terjemahan
Narasi Anas

Nabi (ﷺ) melewati kurma yang jatuh di jalan dan berkata, “Jika saya tidak takut bahwa itu mungkin dari Sadaqah (hadiah amal), saya akan memakannya.”

Comment

Barang Hilang yang Diambil oleh Seseorang (Luqatah)

Sahih al-Bukhari 2431

Teks Hadis

Nabi (ﷺ) melewati kurma yang jatuh di jalan dan berkata, "Seandainya aku tidak takut bahwa itu mungkin berasal dari Sadaqa (hadiah amal), aku akan memakannya."

Komentar tentang Larangan

Hadis ini menetapkan bahwa Nabi (ﷺ) dan keluarganya dilarang mengonsumsi sadaqah (amal wajib). Hikmah di balik larangan ini adalah untuk menjaga kemurnian mereka yang menerima wahyu ilahi dan membedakan mereka dari mereka yang membutuhkan dukungan materi.

Kehati-hatian Nabi menunjukkan pentingnya menghindari hal-hal yang meragukan dalam agama. Meskipun kurma ditemukan di jalan umum tanpa pemilik yang jelas, ia mengutamakan kehati-hatian agama di atas keinginan pribadi.

Keputusan Hukum yang Diambil

Para ulama mengambil dari hadis ini bahwa barang temuan (luqatah) tidak boleh dikonsumsi segera tetapi harus diumumkan dan dicari pemiliknya yang sah.

Keputusan ini berlaku terutama untuk barang makanan yang ditemukan di ruang publik di mana distribusi amal umumnya terjadi, karena mereka mungkin milik orang miskin atau ditetapkan sebagai sadaqah.

Ajaran ini menekankan prinsip Islam dalam melestarikan properti orang lain dan menjaga integritas keuangan dalam semua transaksi.

Pelajaran Spiritual

Penahanan diri Nabi mengajarkan Muslim untuk menghindari hal-hal yang meragukan yang dapat mengkompromikan keadaan spiritual mereka, mengikuti prinsip "meninggalkan apa yang menimbulkan keraguan untuk apa yang tidak menimbulkan keraguan."

Ini menunjukkan standar tertinggi kehati-hatian (wara') di mana seseorang menghindari tidak hanya yang jelas dilarang tetapi juga hal-hal yang tidak pasti.

Insiden ini menunjukkan implementasi praktis Nabi dari ajarannya sendiri, berfungsi sebagai contoh sempurna bagi komunitas Muslim dalam hal kesalehan dan kehati-hatian.