Allah Rasul bersabda dalam Hajjat-al-Wada', "Bulan manakah (dalam setahun) yang menurutmu paling suci?" Orang-orang berkata, "Bulan kita sekarang ini (bulan Dhull-Hijja)." Dia berkata, "Kota (negara) mana yang menurut Anda paling suci?" Mereka berkata, "Kota kita ini (Mekah)." Dia berkata, "Menurutmu hari mana yang paling suci?" Orang-orang berkata, "Hari ini kita." Dia kemudian berkata, "Allah, Yang Maha Berkah, Yang Maha Tinggi, telah menjadikan darahmu, harta bendamu dan kehormatanmu sesakral hari ini di kotamu ini, di bulanmu ini (dan perlindungan seperti itu tidak dapat diremehkan) kecuali dengan benar." Dia kemudian berkata tiga kali, "Sudahkah aku menyampaikan Pesan Allah (kepadamu)?" Orang-orang menjawabnya setiap kali berkata, 'Ya.' Nabi (ﷺ) menambahkan, 'Semoga Allah mengasihani kamu (atau, celakalah kamu)! Jangan kembali ke ketidakpercayaan setelah aku dengan memotong leher satu sama lain.'
Konteks dan Signifikansi
Pernyataan mendalam ini disampaikan selama Haji Perpisahan Nabi (Hajjat-al-Wada`), menandai puncak misi kenabiannya. Pertanyaan retoris tentang kesucian waktu, tempat, dan hari membentuk analogi yang kuat untuk ketidakboleh-dilanggar kehidupan, harta, dan kehormatan Muslim.
Komentar Ilmiah tentang Perlindungan Suci
Ibn Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari menjelaskan bahwa Nabi ﷺ menggunakan kesucian mapan Dzulhijjah, Mekah, dan Hari Arafah untuk menekankan kesucian yang lebih besar dari hak asasi manusia. Ini menetapkan bahwa melanggar perlindungan ini adalah dosa besar setara dengan melanggar kesucian waktu dan tempat paling suci.
Al-Qurtubi mencatat bahwa "secara sah" (haqqan) merujuk pada hukuman hukum (hudud) yang ditetapkan oleh Syariah untuk kejahatan seperti pembunuhan, pencurian, dan perzinaan - sehingga menjaga keseimbangan antara hak individu dan keadilan sosial.
Peringatan Terakhir Terhadap Perpecahan
Penegasan tiga kali "Sudahkah aku menyampaikan Pesan Allah?" diikuti dengan peringatan terhadap pemotongan leher menunjukkan pentingnya kritis persatuan Muslim. Para ulama menafsirkan ini sebagai larangan terhadap perkelahian fisik dan "pemotongan" metaforis melalui fitnah, gosip, dan merusak reputasi.
Ibn Rajab al-Hanbali menekankan bahwa frasa "setelah aku" menunjukkan kerentanan khusus komunitas Muslim setelah kepergian Nabi, membuat perlindungan timbal balik dan persatuan penting untuk pelestarian iman.
Implikasi Hukum dan Spiritual
Hadis ini membentuk dasar hukum pidana Islam mengenai hukuman hudud sementara secara bersamaan menetapkan kesucian tinggi kehidupan Muslim. Perlindungan darah meluas ke semua bentuk pembunuhan yang tidak sah, sementara perlindungan harta melarang pencurian dan perampasan.
Perlindungan kehormatan mencakup larangan terhadap tuduhan palsu (qadhf), fitnah, dan semua bentuk pelanggaran martabat pribadi secara verbal dan fisik. Perlindungan ini berlaku sama untuk semua Muslim terlepas dari status atau etnis.