حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ ـ رضى الله عنها أَنَّ قُرَيْشًا، أَهَمَّتْهُمُ الْمَرْأَةُ الْمَخْزُومِيَّةُ الَّتِي سَرَقَتْ فَقَالُوا مَنْ يُكَلِّمُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَمَنْ يَجْتَرِئُ عَلَيْهِ إِلاَّ أُسَامَةُ حِبُّ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم‏.‏ فَكَلَّمَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ ‏"‏ أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ ‏"‏‏.‏ ثُمَّ قَامَ فَخَطَبَ قَالَ ‏"‏ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا ضَلَّ مَنْ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ الضَّعِيفُ فِيهِمْ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ، وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعَ مُحَمَّدٌ يَدَهَا ‏"‏‏.‏
Terjemahan
Diriwayatkan 'Aisha

Orang-orang Quraisy menjadi sangat khawatir dengan wanita Makhzumiya yang telah melakukan pencurian. Mereka berkata, "Tidak ada yang dapat berbicara (mendukung wanita) kepada Rasulullah (ﷺ) dan tidak ada yang berani melakukan itu kecuali Usama yang merupakan kesayangan Rasulullah (ﷺ). " Ketika Usama berbicara kepada Rasulullah (ﷺ) tentang hal itu, Rasulullah (ﷺ) berkata, "Apakah engkau bersyafaat (denganku) untuk melanggar salah satu hukuman hukum Allah?" Kemudian dia bangkit dan berbicara kepada orang-orang, berkata, "Wahai orang-orang! Bangsa-bangsa sebelum kamu tersesat karena jika orang mulia melakukan pencurian, mereka biasa meninggalkannya, tetapi jika orang lemah di antara mereka melakukan pencurian, mereka biasa menjatuhkan hukuman hukum kepadanya. Demi Allah, jika Fatima, putri Muhammad melakukan pencurian, Muhammad akan memotong tangannya.!"

Comment

Konteks dan Latar Belakang

Narasi ini dari Sahih al-Bukhari 6788 membahas momen penting dalam sejarah hukum Islam di mana favoritisme suku mengancam untuk merusak keadilan ilahi.

Wanita Makhzumiyah berasal dari klan Quraisy yang kuat, menunjukkan bagaimana loyalitas suku pra-Islam bertahan bahkan setelah masuk Islam.

Keadilan Ilahi Melampaui Status

Tanggapan Nabi menetapkan prinsip Islam mendasar bahwa batasan Allah (Hudud) berlaku sama untuk semua Muslim terlepas dari status sosial.

Deklarasinya tentang memotong tangan Fatima menekankan bahwa hukum ilahi mengungguli bahkan ikatan keluarga terdekat - konsep revolusioner di Arab abad ketujuh.

Komentar Ilmiah tentang Syafaat

Ulama klasik seperti Ibn Hajar al-Asqalani menjelaskan bahwa syafaat menjadi terlarang ketika berusaha mencegah pelaksanaan hukuman yang ditetapkan secara ilahi.

Pertanyaan retoris Nabi kepada Usama menetapkan bahwa tidak ada hubungan pribadi yang dapat membenarkan campur tangan dengan batasan yang ditetapkan Allah.

Preseden Historis Bangsa-Bangsa

Nabi merujuk pada kejatuhan bangsa-bangsa sebelumnya yang menerapkan keadilan secara selektif, memperingatkan Muslim agar tidak mengulangi kesalahan fatal ini.

Ini berfungsi sebagai pelajaran sejarah dan prinsip teologis: penerapan hukum ilahi yang tidak konsisten menyebabkan korupsi sosial dan ketidaksenangan ilahi.

Implikasi Hukum

Hadis ini membentuk dasar hukum pidana Islam mengenai pencurian, menetapkan bahwa hukuman yang ditetapkan berlaku secara universal setelah kondisi hukum terpenuhi.

Ulama menyimpulkan dari ini bahwa hakim Islam harus menolak segala bentuk tekanan saat menerapkan hukuman Hudud.