'Umar berkata, "Aku khawatir setelah waktu yang lama berlalu, orang-orang mungkin berkata, "Kami tidak menemukan ayat-ayat Rajam (rajam sampai mati) dalam Kitab Suci," dan akibatnya mereka dapat tersesat dengan meninggalkan kewajiban yang telah diturunkan Allah. Lo! Saya menegaskan bahwa hukuman Rajam dijatuhkan kepada dia yang melakukan hubungan seksual ilegal, jika dia sudah menikah dan kejahatan itu dibuktikan oleh saksi atau kehamilan atau pengakuan." Sufyan menambahkan, "Aku telah menghafal riwayat ini dengan cara ini." 'Umar menambahkan, "Sesungguhnya Rasulullah (ﷺ) melaksanakan azab Rajam, dan demikian pula kami setelahnya."
Otoritas Sunnah dalam Legislasi Islam
Narasi ini dari Khalifah Umar (semoga Allah meridhainya) menetapkan prinsip dasar: Sunnah Nabi Muhammad (saw) merupakan wahyu ilahi bersama Al-Quran. Ketika Umar khawatir orang-orang mungkin mengabaikan hukuman rajam karena tidak dijelaskan secara eksplisit dalam teks Al-Quran, ia menegaskan kewajibannya berdasarkan praktik Nabi.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa hukum Islam berasal dari Al-Quran dan Sunnah yang otentik, dengan yang terakhir menjelaskan, merinci, dan terkadang melengkapi yang pertama. Ini membantah mereka yang mengklaim hanya mengikuti Al-Quran sambil menolak tradisi Kenabian.
Hukuman Rajam (Rerajam)
Rajam diresepkan untuk orang yang sudah menikah (muhsan) yang melakukan hubungan seksual ilegal (zina). Hukuman ini berlaku khususnya bagi mereka yang telah memasuki pernikahan yang sah dan memiliki kesempatan untuk hubungan seksual yang sah.
Syarat untuk menerapkan hukuman ini ketat: baik kesaksian empat saksi yang adil yang menyaksikan langsung perbuatan tersebut, pengakuan yang sah diulang tanpa paksaan, atau kehamilan dalam kasus wanita yang belum menikah tanpa bukti paksaan.
Penekanan Umar pada hukuman ini meskipun tidak ada dalam teks Al-Quran menunjukkan pentingnya melestarikan semua aspek Syariah, baik yang disebutkan secara eksplisit dalam Al-Quran maupun yang ditetapkan melalui Sunnah.
Pelestarian Kewajiban Agama
Kekhawatiran Umar mencerminkan tanggung jawab ulama dan penguasa Muslim untuk melestarikan ajaran agama dalam bentuk lengkapnya. Dia mengantisipasi bahwa generasi mendatang mungkin mengabaikan keputusan ini karena ketidakhadirannya dalam teks Al-Quran.
Ini menunjukkan perhatian teliti para Sahabat dalam menyampaikan Al-Quran dan Sunnah secara akurat, memastikan bahwa tidak ada bagian dari legislasi Allah yang hilang atau diabaikan seiring waktu.
Penyebutan bahwa "Utusan Allah melaksanakan hukuman Rajam, dan kami juga melakukannya setelahnya" menetapkan praktik berkelanjutan dari keputusan ini dari Nabi melalui Khulafaur Rasyidin.