Kami bersama Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) ketika matahari terbenam. Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) berdiri menyeret jubahnya sampai dia memasuki Masjid. Dia memimpin kami dalam shalat dua rakat sampai matahari (gerhana) cerah. Kemudian Nabi (p.b.u.h) bersabda, "Matahari dan bulan tidak gerhana karena kematian seseorang. Jadi setiap kali kamu melihat gerhana ini, berdoalah dan berdoa (Allah) sampai gerhana berakhir."
Insiden Gerhana Matahari
Narasi ini dari Sahih al-Bukhari 1040 menggambarkan respons langsung Nabi terhadap gerhana matahari. Dia menunjukkan urgensi dengan menarik jubahnya, menunjukkan pentingnya beralih ke doa selama tanda-tanda langit daripada kekhawatiran duniawi.
Komentar Ulama tentang Shalat Gerhana
Shalat dua rakaat yang dilakukan dikenal sebagai Salat al-Kusuf (Shalat Gerhana). Ulama klasik seperti Imam Nawawi menjelaskan bahwa shalat ini memiliki bacaan dan sujud yang diperpanjang, membedakannya dari shalat biasa.
Ibn Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari mencatat bahwa ketergesaan Nabi menunjukkan bahwa shalat gerhana adalah kewajiban yang sensitif waktu, bukan sekadar tindakan yang disarankan.
Koreksi terhadap Kepercayaan Pra-Islam
Nabi secara eksplisit menolak kepercayaan Arab pra-Islam bahwa gerhana terjadi karena kematian tokoh-tokoh penting. Al-Qurtubi menyatakan bahwa klarifikasi ini diperlukan untuk memurnikan akidah Islam dari takhayul pagan.
Ibn Kathir menekankan bahwa gerhana adalah di antara tanda-tanda Allah (ayat) yang dimaksudkan untuk menginspirasi refleksi dan pertobatan, bukan interpretasi takhayul.
Keputusan Hukum yang Diambil
Perintah "shalat dan berdoa" menetapkan shalat gerhana sebagai Sunnah komunal (Sunnah Mu'akkadah). Imam Malik dan Imam Shafi'i menganggapnya sebagai praktik komunal yang ditekankan.
Ulama menyimpulkan bahwa doa selama gerhana sangat diterima, karena Nabi menetapkan bahwa doa berlanjut hingga gerhana selesai.