Nabi (صلى الله عليه وسلم) bersabda, "Matahari dan bulan tidak gerhana karena kematian seseorang dari orang-orang, tetapi itu adalah dua tanda di antara tanda-tanda Allah. Ketika Anda melihat mereka berdiri dan berdoa."
Gerhana: Tanda Keagungan Ilahi
Dari Sahih al-Bukhari, Hadis 1041: Nabi (ﷺ) bersabda, "Matahari dan bulan tidak gerhana karena kematian seseorang dari manusia, tetapi mereka adalah dua tanda di antara tanda-tanda Allah. Ketika kamu melihatnya, berdirilah dan shalat."
Sanggahan terhadap Takhayul Pra-Islam
Hadis ini secara tegas menyanggah kepercayaan Arab pra-Islam bahwa gerhana langit terjadi karena kematian tokoh-tokoh terkemuka. Nabi (ﷺ) menetapkan bahwa ini adalah fenomena alam yang diatur oleh ketetapan ilahi, bukan pertanda yang terkait dengan kematian manusia.
Signifikansi Teologis Gerhana
Gerhana berfungsi sebagai pengingat yang kuat akan kekuasaan mutlak Allah atas ciptaan. Mereka menginspirasi rasa kagum dan refleksi atas keagungan Sang Pencipta, merendahkan hati orang beriman dan mengarahkan hati mereka ke arah zikir ilahi daripada interpretasi takhayul.
Tanggapan Ibadah yang Ditentukan
Perintah untuk shalat selama gerhana mengubah peristiwa ini menjadi peluang untuk peningkatan spiritual. Shalat gerhana (Salat al-Kusuf) memiliki beberapa tujuan: itu mengungkapkan ketundukan kepada Allah, mencari perlindungan dari hukuman, dan mengubah fenomena alam menjadi tindakan ibadah.
Komentar Ilmiah
Ulama klasik menekankan bahwa ajaran ini mengalihkan perhatian manusia dari ciptaan kepada Sang Pencipta. Ibn Hajar al-Asqalani mencatat bahwa shalat gerhana mengandung berdiri, rukuk, dan bacaan yang diperpanjang, mencerminkan keseriusan dengan mana Muslim harus mendekati tanda-tanda ilahi ini.
Imam al-Nawawi menjelaskan bahwa larangan mengaitkan gerhana dengan peristiwa manusia melindungi akidah Islam dari korupsi, mempertahankan tauhid murni dengan menegaskan bahwa semua peristiwa kosmik terjadi hanya atas kehendak Allah.