Seorang Yahudi datang kepada 'Aisha untuk bertanya kepadanya tentang sesuatu dan kemudian dia berkata, "Semoga Allah memberi kamu perlindungan dari hukuman kubur." Maka 'Aisyah bertanya kepada Rasulullah (صلى الله عليه وسلم), "Apakah orang-orang akan dihukum di kuburan mereka?" Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) meminta perlindungan Allah dari azab kubur (menunjukkan jawaban afirmatif). Kemudian suatu hari Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) berkuda (untuk berangkat ke suatu tempat) tetapi matahari gerhana. Dia kembali pada pagi hari dan melewati bagian belakang tempat tinggal (istri-istrinya) dan berdiri dan mulai berdoa (gerhana) dan orang-orang berdiri di belakangnya. Dia berdiri untuk waktu yang lama dan kemudian melakukan membungkuk panjang dan kemudian berdiri tegak untuk waktu yang lama yang lebih pendek dari yang berdiri pertama, kemudian dia melakukan membungkuk yang panjang yang lebih pendek dari membungkuk pertama, kemudian dia mengangkat kepalanya dan bersujud untuk waktu yang lama dan kemudian berdiri (untuk raka kedua) untuk waktu yang lama, tetapi kedudukannya lebih pendek daripada kedudukan raka pertama. Kemudian dia melakukan membungkuk berkepanjangan yang lebih pendek dari yang pertama. Dia kemudian berdiri untuk waktu yang lama tetapi lebih pendek dari yang pertama, kemudian kembali melakukan membungkuk panjang yang lebih pendek dari yang pertama dan kemudian bersujud untuk waktu yang lebih pendek dari sujud pertama. Kemudian dia menyelesaikan shalat dan menyampaikan khotbah dan) mengatakan apa yang Allah inginkan; dan memerintahkan orang-orang untuk berlindung kepada Allah dari azab kubur.
Insiden dan Konteksnya
Narasi ini dari Sahih al-Bukhari (1055, 1056) menyajikan hubungan mendalam antara tanda-tanda langit dan pengingat ilahi. Shalat gerhana (Salat al-Kusuf) ditetapkan oleh Nabi Muhammad ﷺ sebagai Sunnah setiap kali fenomena langit seperti itu terjadi, berfungsi sebagai pengingat akan kekuasaan Allah dan seruan untuk bertobat.
Komentar Ulama tentang Hukuman Kubur
Ulama klasik seperti Ibn Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari menjelaskan bahwa hukuman kubur (adhab al-qabr) adalah kenyataan yang ditegaskan oleh bukti Al-Qur'an dan tradisi Kenabian. Nabi ﷺ mencari perlindungan darinya menunjukkan keseriusan dan kenyataannya.
Imam al-Nawawi dalam Sharh Sahih Muslim menjelaskan bahwa hukuman ini mempengaruhi baik tubuh maupun jiwa di barzakh (keadaan antara kematian dan kebangkitan). Gerhana berfungsi sebagai tanda ilahi yang mendorong Nabi ﷺ untuk menekankan masalah akidah yang penting ini.
Signifikansi Shalat Gerhana
Deskripsi teliti tentang berdiri lama, rukuk, dan sujud dalam shalat menunjukkan keseriusan Nabi ﷺ dalam menangani tanda-tanda langit. Ulama mencatat bahwa shalat semacam itu dimaksudkan untuk menginspirasi rasa takut kepada Allah dan refleksi tentang Akhirat.
Ibn Qudamah dalam al-Mughni menekankan bahwa shalat gerhana adalah Sunnah yang dikonfirmasi dilakukan secara berjamaah, terdiri dari dua rakaat dengan bacaan dan gerakan yang diperpanjang seperti yang ditunjukkan dalam hadis ini.
Pelajaran Praktis dan Implikasi Teologis
Narasi ini mengajarkan Muslim untuk menghubungkan fenomena alam dengan realitas spiritual. Gerhana, sebagai manifestasi kekuasaan Allah, menjadi kesempatan untuk memperkuat keyakinan dalam hal-hal gaib di Akhirat.
Komentator klasik menekankan bahwa mencari perlindungan dari hukuman kubur harus menjadi doa rutin bagi orang beriman, karena Nabi ﷺ sendiri mengajarkan praktik ini setelah menyaksikan tanda langit.