Pada hari kematian Ibrahim, matahari gerhana dan orang-orang mengatakan bahwa gerhana itu disebabkan oleh kematian Ibrahim (putra Nabi). Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) bersabda, "Matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda Allah. Mereka tidak melampaui karena kematian atau kehidupan seseorang. Jadi ketika kamu melihat mereka, berdoalah kepada Allah dan berdoalah sampai gerhana cerah."
Eksposisi Hadis
Riwayat ini dari Sahih al-Bukhari (1060) mengenai gerhana membantah takhayul pra-Islam bahwa fenomena langit terkait dengan peristiwa manusia. Nabi ﷺ secara tegas menyangkal bahwa kematian putranya Ibrahim menyebabkan gerhana matahari, menetapkan bahwa peristiwa semacam itu adalah tanda-tanda ilahi yang beroperasi di bawah tatanan kosmik Allah.
Signifikansi Teologis
Pernyataan "mereka tidak gerhana karena kematian atau kehidupan seseorang" menetapkan tauhid dengan menolak kepercayaan astrologi dan menegaskan kontrol mutlak Allah atas ciptaan. Gerhana termasuk ayatullah (tanda-tanda Allah) yang dimaksudkan untuk menginspirasi refleksi dan penyerahan, bukan interpretasi takhayul.
Panduan Praktis
Perintah "serulah Allah dan berdoalah hingga gerhana jelas" menetapkan shalat sunnah (salat al-kusuf) selama gerhana. Ibadah ini mengubah fenomena alam menjadi kesempatan untuk pembaruan spiritual, menunjukkan pendekatan praktis Islam dalam menghubungkan peristiwa kosmik dengan zikir ilahi.
Komentar Ilmiah
Ulama klasik seperti Ibn Hajar al-Asqalani menjelaskan bahwa hadis ini mengajarkan Muslim untuk merespons fenomena alam dengan ibadah daripada spekulasi. Shalat gerhana berfungsi sebagai dzikir kolektif, mengalihkan perhatian dari sebab-sebab duniawi kepada Pencipta sebab, sehingga memenuhi tujuan penciptaan - untuk mengenali dan menyembah Allah saja.