Saya mendengar An-Nu'man bin Bashir di mimbar berkata, “Ayahku memberiku hadiah tetapi 'Amra bint Rawaha (ibuku) mengatakan bahwa dia tidak akan menyetujuinya kecuali dia menjadikan Rasulullah (ﷺ) sebagai saksi untuk itu. Maka, ayah saya pergi kepada Rasulullah (ﷺ) dan berkata, “Saya telah memberikan hadiah kepada putra saya dari `Amra bint Rawaha, tetapi dia memerintahkan saya untuk menjadikan Anda sebagai saksi untuk itu, wahai Rasulullah (ﷺ)!” Rasulullah SAW (ﷺ) bertanya, “Sudahkah kamu memberikan (seperti itu) kepada semua anakmu?” Dia menjawab dengan negatif. Rasulullah SAW (ﷺ) berkata, “Takutlah kepada Allah dan bersikaplah adil terhadap anak-anakmu.” Ayahku kemudian kembali dan mengambil kembali hadiahnya.”
Konteks dan Signifikansi
Narasi ini dari Sahih al-Bukhari 2587 membahas prinsip Islam yang penting tentang keadilan (ʿadl) dalam perlakuan orang tua terhadap anak-anak. Nabi Muhammad (ﷺ) turun tangan ketika seorang ayah menunjukkan pilih kasih dengan memberikan hadiah hanya kepada satu anak laki-laki, menetapkan bahwa pilih kasih semacam itu melanggar hukum ilahi dan etika keluarga.
Keputusan Hukum tentang Hadiah
Para ulama menyimpulkan dari hadis ini bahwa hadiah kepada anak-anak harus dibagikan secara merata di antara mereka, terlepas dari jenis kelamin atau usia. Pilih kasih dalam pemberian hadiah dilarang (haram) karena menimbulkan kebencian dan memutus ikatan keluarga.
Pengecualian terjadi ketika seorang anak memiliki kebutuhan khusus - seperti penyakit, disabilitas, atau kebutuhan pendidikan - di mana dukungan tambahan menjadi kebutuhan daripada sekadar preferensi.
Kebijaksanaan Ibu
Keteguhan ʿAmra bint Rawāḥa atas kesaksian Nabi menunjukkan kebijaksanaan yang mendalam. Dia menyadari potensi bahaya dari pilih kasih dan mencari bimbingan kenabian untuk mencegah perselisihan di masa depan di antara anak-anaknya, mencontohkan tanggung jawab orang tua yang ideal.
Metodologi Kenabian
Nabi (ﷺ) pertama-tama menanyakan tentang perlakuan ayah terhadap anak-anaknya yang lain sebelum memberikan bimbingan. Pendekatan ini menyoroti pentingnya memahami keadaan sebelum memutuskan, dan teguran lembutnya "Takutlah kepada Allah" menghubungkan tindakan tersebut dengan kesadaran ilahi (taqwā).
Implementasi Praktis
Ulama klasik seperti Imam al-Nawawi memutuskan bahwa jika hadiah yang tidak merata diberikan, anak yang difavoritkan harus mengembalikan kelebihannya atau saudara-saudaranya harus menerima nilai yang setara. Ini memastikan keharmonisan keluarga dan menegakkan perintah kenabian untuk keadilan dalam semua urusan, terutama di dalam rumah tangga.