حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ عُقَيْلٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ـ رضى الله عنه ـ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُؤْتَى بِالرَّجُلِ الْمُتَوَفَّى عَلَيْهِ الدَّيْنُ فَيَسْأَلُ ‏"‏ هَلْ تَرَكَ لِدَيْنِهِ فَضْلاً ‏"‏‏.‏ فَإِنْ حُدِّثَ أَنَّهُ تَرَكَ لِدَيْنِهِ وَفَاءً صَلَّى، وَإِلاَّ قَالَ لِلْمُسْلِمِينَ ‏"‏ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ ‏"‏‏.‏ فَلَمَّا فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْفُتُوحَ قَالَ ‏"‏ أَنَا أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ، فَمَنْ تُوُفِّيَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فَتَرَكَ دَيْنًا فَعَلَىَّ قَضَاؤُهُ، وَمَنْ تَرَكَ مَالاً فَلِوَرَثَتِهِ ‏"‏‏.‏
Terjemahan
Narasi Abu Huraira

Setiap kali seseorang yang mati dalam hutang dibawa kepada Rasulullah (ﷺ), dia akan bertanya, “Apakah dia meninggalkan sesuatu untuk membayar utangnya?” Jika dia diberitahu bahwa dia telah meninggalkan sesuatu untuk membayar hutangnya, dia akan menawarkan doa pemakamannya, jika tidak, dia akan memberitahu umat Islam untuk mempersembahkan doa pemakaman teman mereka. Ketika Allah menjadikan Nabi (ﷺ) kaya melalui penaklukan, dia berkata, “Saya lebih berhak daripada orang percaya lainnya untuk menjadi penjaga orang-orang mukmin, jadi jika seorang Muslim meninggal saat berhutang, saya bertanggung jawab atas pembayaran utangnya, dan siapa yang meninggalkan harta (setelah kematiannya) itu akan menjadi milik ahli warisnya. “

Comment

Eksposisi Hadis tentang Tanggung Jawab Utang

Narasi mulia ini dari Sahih al-Bukhari (2298) menunjukkan kepedulian mendalam Nabi terhadap hak-hak finansial umat Muslim dan menetapkan prinsip-prinsip penting mengenai penyelesaian utang setelah kematian.

Praktik Awal: Shalat Jenazah Bersyarat

Nabi awalnya menanyakan apakah almarhum meninggalkan aset untuk menyelesaikan utang sebelum memimpin shalat jenazah. Ini menekankan bahwa memenuhi kewajiban finansial didahulukan daripada upacara pemakaman, mengajarkan umat Muslim bahwa hak-hak kreditur dilindungi secara ilahiah.

Ketika tidak ada aset yang tersisa, Nabi memerintahkan komunitas untuk berdoa sebagai gantinya, menunjukkan bahwa meskipun dia tidak akan memimpin doa untuk utang yang belum terselesaikan, almarhum masih berhak atas upacara pemakaman Muslim melalui tanggung jawab komunal.

Penyediaan Ilahi dan Tanggung Jawab yang Diperluas

Setelah Allah memperkaya perbendaharaan Muslim melalui penaklukan, Nabi menyatakan dirinya sebagai wali yang bertanggung jawab atas utang umat Muslim yang meninggal. Ini menetapkan prinsip bahwa negara Islam mengambil tanggung jawab atas utang warga yang belum terselesaikan ketika mereka meninggal dalam keadaan bangkrut.

Frasa "Saya lebih berhak daripada orang beriman lainnya untuk menjadi wali" menetapkan peran Imam sebagai pelindung utama kesejahteraan komunitas, terutama mengenai keadilan finansial dan resolusi utang.

Warisan dan Prioritas Utang

Klirifikasi bahwa "siapa pun yang meninggalkan kekayaan itu akan menjadi milik ahli warisnya" mengonfirmasi bahwa distribusi warisan terjadi hanya setelah penyelesaian utang. Ini menetapkan prinsip hukum Islam fundamental: utang harus dibayar sebelum ahli waris menerima bagian mereka.

Hadis ini membentuk dasar untuk hukum warisan Islam klasik di mana hak-hak kreditur mengambil prioritas absolut atas klaim ahli waris terhadap harta warisan.

Aplikasi Kontemporer

Para ulama menyimpulkan dari ini bahwa komunitas Muslim harus membangun sistem untuk membantu menyelesaikan utang anggota yang meninggal, mencerminkan contoh kenabian tentang tanggung jawab finansial kolektif.

Hadis ini juga mendorong umat Muslim untuk menghindari meninggal dalam keadaan berutang dan menyelesaikan kewajiban dengan segera, mengakui konsekuensi spiritual dan hukum yang serius dari komitmen finansial yang belum terselesaikan.