حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَوْنٍ، حَدَّثَنَا خَالِدٌ، وَهُشَيْمٌ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ، عَنْ قَيْسٍ، عَنْ جَرِيرٍ، قَالَ كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم إِذْ نَظَرَ إِلَى الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ قَالَ ‏"‏ إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ لاَ تُضَامُّونَ فِي رُؤْيَتِهِ، فَإِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ لاَ تُغْلَبُوا عَلَى صَلاَةٍ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَصَلاَةٍ قَبْلَ غُرُوبِ الشَّمْسِ، فَافْعَلُوا ‏"‏‏.‏
Terjemahan
Narasi Jarir

Rasulullah (ﷺ) datang kepada kami pada malam bulan purnama dan berkata, “Kamu akan melihat Tuhanmu pada hari kiamat seperti yang kamu lihat ini (bulan purnama) dan kamu tidak akan kesulitan melihat Dia.”

Comment

Keesaan, Keunikan Allah (Tauhid)

Sahih al-Bukhari - Hadis 7436

Teks Hadis

Rasulullah (ﷺ) keluar kepada kami pada malam bulan purnama dan berkata, "Kalian akan melihat Tuhan kalian pada Hari Kebangkitan seperti kalian melihat ini (bulan purnama) dan kalian tidak akan kesulitan melihat-Nya."

Komentar tentang Penglihatan Allah

Hadis mulia ini menetapkan akidah dasar Ahl al-Sunnah wal-Jama'ah mengenai penglihatan bahagia terhadap Allah di Akhirat. Nabi (ﷺ) menggunakan bulan purnama sebagai analogi bukan untuk menyiratkan kesamaan dalam esensi, tetapi untuk menggambarkan kejelasan dan kemudahan dengan mana orang beriman akan memandang Tuhan mereka.

Penglihatan ini terjadi tanpa melingkupi-Nya dalam arah atau tempat, karena Allah Maha Tinggi di atas batasan spasial. Penglihatan ini dengan mata fisik, seperti dikonfirmasi oleh banyak riwayat otentik, namun melampaui pemahaman duniawi kita tentang penglihatan.

Signifikansi Analogi Bulan Purnama

Bulan purnama mewakili sesuatu yang terlihat jelas tanpa halangan, mudah dilihat oleh semua pengamat secara bersamaan tanpa kerumunan atau kesulitan. Demikian pula, orang beriman akan melihat Allah tanpa kesulitan atau tekanan, masing-masing menerima bagian mereka dari penglihatan ilahi ini sesuai dengan derajat mereka di Surga.

Ini membantah mereka yang menyangkal penglihatan Allah atau menafsirkannya secara metaforis sebagai pengetahuan belaka. Perbandingan eksplisit Nabi dengan penglihatan fisik mengkonfirmasi realitas harfiah dari pengalaman yang diberkati ini bagi orang beriman di Tempat Keabadian.

Syarat-syarat Penglihatan

Berkah tertinggi ini disediakan secara eksklusif untuk orang beriman, seperti yang dinyatakan Al-Qur'an: "Pada hari itu, wajah-wajah (orang beriman) berseri-seri, memandang kepada Tuhan mereka" (75:22-23). Orang kafir akan tertutup dari rahmat ini karena penolakan mereka terhadap kebenaran.

Penglihatan ini akan terjadi di Akhirat, bukan dalam kehidupan duniawi ini, seperti yang Allah katakan kepada Musa: "Kamu tidak akan dapat melihat-Ku" (7:143). Namun bagi orang beriman di Surga, ini akan menjadi kesenangan terbesar dari semua, melampaui bahkan kenikmatan Surga itu sendiri.