Saya mendengar Hisham bin Hakim membacakan Surat-al-Furqan selama masa hidup Rasulullah (ﷺ), saya mendengarkan bacaannya dan menyadari bahwa dia membaca dengan cara yang tidak diajarkan oleh Rasulullah (ﷺ) kepada saya. Aku hendak melompati dia ketika Dia masih dalam shalat, tetapi aku menunggu dengan sabar dan ketika dia selesai shalat, aku meletakkan seprai saya di lehernya (dan menariknya) dan berkata, “Siapakah yang telah mengajari kamu surah ini yang aku dengar kamu bacakan?” Hisham berkata, “Rasulullah (ﷺ) mengajarinya kepadaku.” Aku berkata, “Kamu berdusta, karena dia mengajarkannya kepadaku dengan cara yang berbeda dari cara kamu membacanya!” Kemudian saya mulai menuntunnya kepada Rasulullah (ﷺ) dan berkata (kepada Nabi), “Saya telah mendengar orang ini membacakan Surat-al-Furqan dengan cara yang tidak Anda ajarkan kepada saya.” Nabi (ﷺ) berkata: “(Wahai Umar) lepaskan dia! Bacalah, hai Hisham.” Hisham membacakan seperti yang saya dengar dia membacanya. Rasulullah SAW (ﷺ) berkata, “Itu diturunkan seperti ini.” Kemudian Rasulullah (ﷺ) berkata, “Bacalah, wahai Umar!” Aku membaca dengan cara yang dia ajarkan kepadaku, kemudian dia berkata, “Diturunkan seperti ini,” dan menambahkan, “Al-Qur'an telah diturunkan untuk dibacakan dengan tujuh cara yang berbeda, maka bacalah yang mana yang mudah bagimu.” (Lihat Hadis No. 514, Jilid 6)
Keesaan, Keunikan Allah (Tauhid)
Sahih al-Bukhari 7550
Analisis Kontekstual
Narasi ini menunjukkan hikmah ilahi dalam mengizinkan bacaan varian (ahruf) Al-Qur'an, mengakomodasi dialek Arab yang berbeda sambil mempertahankan makna dan pesan teks suci.
Komentar Ilmiah
Tujuh bacaan yang disetujui (al-ahruf al-sab'ah) mencerminkan rahmat Allah dalam memfasilitasi pembacaan Al-Qur'an untuk berbagai suku Arab, masing-masing mempertahankan keaslian linguistik sambil menyampaikan kebenaran agama yang identik.
Reaksi awal Umar menggambarkan semangat Sahabat dalam melestarikan wahyu, sementara respons Nabi menunjukkan akomodasi ilahi dalam parameter keaslian yang telah ditetapkan.
Implikasi Hukum
Hadis ini menetapkan kebolehan membaca Al-Qur'an melalui bacaan varian yang ditransmisikan (qira'at) yang memenuhi kriteria keaslian yang ketat, asalkan tidak mengubah makna fundamental.
Ini menekankan bahwa variasi tekstual dalam bacaan tidak membentuk kontradiksi tetapi justru menunjukkan sifat mukjizat dan aksesibilitas Al-Qur'an.
Signifikansi Teologis
Insiden ini menegaskan perlindungan ilahi Al-Qur'an sambil menunjukkan hikmah Allah dalam memberikan fleksibilitas bacaan, memperkuat argumen untuk penerapan universal Islam di berbagai variasi linguistik.