Saya mendengar Hisham bin Hakim bin Hizam membacakan Surat-al-Furqan dengan cara yang berbeda dengan saya. Rasulullah (ﷺ) telah mengajarinya kepadaku (dengan cara yang berbeda). Jadi, aku hendak bertengkar dengannya (saat shalat) tetapi aku menunggu sampai dia selesai, lalu aku mengikat pakaiannya di lehernya dan membawanya ke Rasulullah (ﷺ) dan berkata, “Aku telah mendengar dia membaca Surat-al-Furqan dengan cara yang berbeda dengan cara yang kamu ajarkan kepadaku.” Nabi (ﷺ) memerintahkan saya untuk membebaskannya dan meminta Hisham untuk membacanya. Ketika dia membacanya, Rasulullah berkata, “Itu diturunkan dengan cara ini.” Dia kemudian meminta saya untuk membacanya. Ketika aku membacanya, dia berkata, “Itu diturunkan dengan cara ini. Al-Qur'an telah diturunkan dengan tujuh cara yang berbeda, maka bacalah dengan cara yang lebih mudah bagimu.
Insiden Bacaan Varian
Narasi ini dari Sahih al-Bukhari (2419) menunjukkan hikmah ilahi dalam mengizinkan berbagai bacaan otentik (qira'at) Al-Qur'an. Ketika dua sahabat berbeda dalam bacaan Surah al-Furqan, Nabi (ﷺ) memvalidasi kedua versi sebagai wahyu ilahi.
Komentar Ilmiah tentang Tujuh Ahruf
"Tujuh cara" (sab'atu ahruf) yang disebutkan merujuk pada variasi dalam pengucapan, dialek, dan kata-kata yang diizinkan Allah untuk memudahkan bacaan bagi berbagai suku Arab. Konsesi ilahi ini menunjukkan rahmat dan kepraktisan legislasi Islam.
Imam Ibn al-Jazari menjelaskan bahwa variasi ini melestarikan esensi Al-Qur'an sambil mengakomodasi keragaman linguistik alami. Syaratnya tetap bahwa semua bacaan otentik harus dapat ditelusuri kembali kepada Nabi melalui rantai transmisi yang andal.
Implikasi Hukum dan Teologis
Hadis ini menetapkan kebolehan mengikuti salah satu bacaan yang terautentikasi. Instruksi Nabi untuk "membacanya dengan cara yang lebih mudah bagi Anda" menunjukkan bahwa variasi tersebut sama-sama valid dan Muslim tidak perlu membatasi diri pada satu versi tertentu.
Para ulama menekankan bahwa ini bukan Al-Qur'an yang berbeda tetapi variasi dalam satu teks yang terpelihara, semuanya sama-sama ilahi asalnya. Prinsip ini melindungi dari sektarianisme terkait gaya bacaan sambil mempertahankan integritas tekstual.
Aplikasi Kontemporer
Hari ini, sepuluh bacaan terautentikasi terus dilestarikan dan diajarkan di seluruh dunia. Pluralitas ini mewakili tradisi hidup bacaan Al-Qur'an, menunjukkan fleksibilitas dan pelestarian kitab suci Islam selama berabad-abad.