حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سُلَيْمَانَ، قَالَ حَدَّثَنِي ابْنُ وَهْبٍ، قَالَ حَدَّثَنِي عُمَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ، أَنَّ حَفْصَ بْنَ عَاصِمٍ، حَدَّثَهُ قَالَ سَافَرَ ابْنُ عُمَرَ ـ رضى الله عنهما ـ فَقَالَ صَحِبْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَلَمْ أَرَهُ يُسَبِّحُ فِي السَّفَرِ، وَقَالَ اللَّهُ جَلَّ ذِكْرُهُ ‏{‏لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ‏}‏‏.‏
Terjemahan
Diriwayatkan Ibnu 'Umar

Saya menemani Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) dan dia tidak pernah mempersembahkan lebih dari dua rakat selama perjalanan. Abu Bakar, 'Umar dan 'Utsman dulu melakukan hal yang sama.

Comment

Memendekkan Shalat (At-Taqseer)

Sahih al-Bukhari - Hadis 1102

Analisis Narasi

Hadis ini yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Umar menetapkan praktik kenabian dalam memendekkan shalat empat rakaat menjadi dua rakaat selama perjalanan, sebuah Sunnah yang dikonfirmasi oleh praktik Khulafaur Rasyidin.

Keputusan Yuridis

Konsensus ulama menyatakan bahwa memendekkan shalat selama perjalanan adalah Sunnah yang dikonfirmasi (Sunnah Mu'akkadah), bukan sekadar keringanan. Musafir harus shalat Zuhur, Asar, dan Isya masing-masing dua rakaat sambil mempertahankan jumlah penuh untuk Subuh dan Maghrib.

Syarat untuk Memendekkan

Perjalanan harus memenuhi jarak minimum yang diakui oleh ulama (sekitar 48 mil/77 km). Musafir tetap dalam keadaan bepergian hingga mereka kembali ke kampung halaman atau berniat tinggal di lokasi baru selama lebih dari empat hari menurut mazhab Hanafi, atau lima belas hari menurut mazhab Syafi'i.

Signifikansi Konfirmasi Kekhalifahan

Penyebutan Abu Bakar, Umar, dan Utsman yang mempraktikkan hal yang sama menekankan kelangsungan Sunnah ini dan menolak klaim penghapusan. Praktik kolektif ini membentuk ijma' (konsensus) di antara para Sahabat mengenai keabadian pemendekan shalat selama perjalanan.