حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ عَدِيِّ بْنِ ثَابِتٍ، قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ يَزِيدَ الأَنْصَارِيَّ، عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الأَنْصَارِيِّ، فَقُلْتُ عَنِ النَّبِيِّ فَقَالَ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏"‏ إِذَا أَنْفَقَ الْمُسْلِمُ نَفَقَةً عَلَى أَهْلِهِ وَهْوَ يَحْتَسِبُهَا، كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً ‏"‏‏.‏
Terjemahan
Diriwayatkan Abu Mas'ud Al-Ansari

Nabi (ﷺ) bersabda, "Ketika seorang Muslim membelanjakan sesuatu untuk keluarganya dengan maksud untuk menerima pahala Allah, itu dianggap sebagai Sedekah baginya."

Comment

Teks Hadis

Nabi (ﷺ) bersabda, "Ketika seorang Muslim mengeluarkan sesuatu untuk keluarganya dengan niat untuk menerima pahala Allah, itu dianggap sebagai sedekah baginya."

Referensi Sumber

Sahih al-Bukhari 5351 - Mendukung Keluarga

Komentar tentang Makna

Hadis mulia ini mengangkat status pengeluaran untuk keluarga dari sekadar kewajiban duniawi menjadi sebuah ibadah. Syarat utamanya adalah niat (niyyah) - ketika seorang Muslim memberikan nafkah untuk istrinya, anak-anaknya, dan tanggungannya dengan niat tulus untuk mencari ridha Allah, tindakan duniawi ini berubah menjadi sedekah spiritual (sadaqa).

Wawasan Ilmiah

Imam Ibn Hajar al-Asqalani menjelaskan dalam Fath al-Bari bahwa hadis ini menunjukkan keluasan ibadah dalam Islam. Bahkan memenuhi tanggung jawab dasar menjadi diberi pahala ketika disertai dengan niat yang benar.

Para ulama menekankan bahwa "pengeluaran" mencakup tidak hanya penyediaan finansial tetapi juga dukungan emosional, pendidikan, dan pengasuhan anak yang tepat.

Ajaran ini menghilangkan pemisahan buatan antara kewajiban duniawi dan pahala spiritual, mendorong Muslim untuk menyucikan kehidupan sehari-hari mereka melalui niat yang sadar.

Implikasi Praktis

Seorang Muslim harus memperbarui niatnya setiap kali ia memberikan nafkah untuk keluarganya, mengingat bahwa ia sedang melakukan sebuah ibadah.

Pemahaman ini mengubah tanggung jawab keluarga dari beban menjadi peluang untuk pertumbuhan spiritual dan pahala ilahi.

Hadis ini mendorong moderasi dalam pengeluaran - tidak berlebihan maupun kikir - karena kedua ekstrem bertentangan dengan semangat penyediaan yang benar.