Ketika orang-orang di Quba melakukan shalat pagi, tiba-tiba seseorang datang kepada mereka berkata, “Malam ini wahyu Ilahi telah diturunkan kepada Rasulullah (ﷺ) dan dia telah diperintahkan untuk menghadapi Ka'bah (dalam shalat), maka hendaklah kamu menghadapinya.” Ada wajah-wajah yang menghadap Syam, jadi mereka memalingkan wajah mereka ke arah Ka'bah (di Mekah).
Menerima Informasi yang Diberikan oleh Orang yang Jujur
Sahih al-Bukhari 7251
Konteks Historis
Narasi ini menggambarkan momen penting ketika kiblat (arah salat) diubah dari Yerusalem (disebut "Sham") ke Masjidil Haram di Mekah. Ini terjadi sekitar enam belas bulan setelah Hijrah, saat Nabi Muhammad ﷺ dan umat Islam sedang melaksanakan salat Subuh di masjid Quba'.
Komentar Ilmiah
Hadis ini menetapkan prinsip dasar dalam yurisprudensi Islam: kewajiban untuk menerima dan bertindak berdasarkan informasi yang disampaikan oleh individu tunggal yang terpercaya (khabar al-wāḥid). Para Sahabat tidak mempertanyakan kredibilitas utusan atau menuntut saksi-saksi tambahan; mereka segera mematuhi setelah mendengar laporannya.
Tindakan langsung dan bulat untuk menghadap ke Ka'bah di tengah salat menunjukkan otoritas mutlak dari perintah ilahi dan ketaatan mendalam dari komunitas Muslim awal. Para ulama menekankan bahwa peristiwa ini juga menandakan identitas khas Umat Muslim, karena Ka'bah, yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Ismail (semoga kedamaian menyertai mereka), dipulihkan sebagai titik fokus spiritualnya.
Selain itu, insiden ini mengilustrasikan kebolehan mengubah arah seseorang selama salat setelah menerima bukti definitif tentang kiblat yang benar, sebuah keputusan yang berasal dari tindakan para Sahabat.
Signifikansi Spiritual
Perubahan kiblat mewakili momen penting dari karunia ilahi, menjawab kerinduan Nabi ﷺ untuk menghadap ke Rumah Kuno. Ini melambangkan penyempurnaan berkah Allah atas para mukmin dan berfungsi sebagai ujian iman, memisahkan mereka yang akan mengikuti perintah ilahi dari mereka yang akan menolak. Kesatuan yang ditunjukkan oleh komunitas dalam segera mematuhi perintah, tanpa ragu-ragu, adalah model abadi dari ketundukan kepada kehendak Allah.