Kami berada bersama Nabi (ﷺ) dalam perjalanan, dan setiap kali kami naik ke tempat yang tinggi, kami biasa mengatakan Takbir (dengan suara keras). Rasulullah SAW berkata, “Wahai manusia! ﷺ Berbaikilah dirimu sendiri, karena kamu tidak memanggil orang tuli atau orang yang tidak hadir, melainkan kamu memanggil Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat. Kemudian dia datang kepada saya ketika saya sedang membacakan diam-diam, “La haul a wala quwwata illa bil-lah.” Dia berkata, “Wahai Abdullah bin Qais! Katakanlah: “Haullah walaquwata illa billah, sesungguhnya ia adalah salah satu harta surga.” Atau dia berkata, “Maukah aku memberitahukan kepadamu suatu perkataan yang merupakan salah satu harta surga? Ini adalah: La haul a wala quwwata illa bil-lah.”
Larangan Takbir Keras Selama Perjalanan
Nabi (ﷺ) membetulkan praktik para Sahabat yang berteriak Takbir dengan keras saat mendaki tempat tinggi selama perjalanan. Teguran lembut ini mengajarkan kita bahwa Allah tidak tuli maupun absen, melainkan Al-Sami' (Yang Maha Mendengar) dan Al-Basir (Yang Maha Melihat). Para ulama menjelaskan bahwa keras yang berlebihan dalam zikir mungkin berasal dari kesalahpahaman tentang sifat Allah, seolah-olah Dia memerlukan suara kita yang ditinggikan untuk mendengar kita.
Harta Surga: La Hawla wa La Quwwata illa billah
Ketika Nabi (ﷺ) menemukan Abdullah bin Qais (Abu Musa al-Ash'ari) melafalkan "La hawla wa la quwwata illa billah" dengan diam-diam, dia secara khusus menekankan doa yang mendalam ini. Komentator klasik menjelaskan bahwa frasa ini berarti "Tidak ada kekuatan untuk menghindari ketidaktaatan kecuali melalui perlindungan Allah, dan tidak ada kekuatan untuk melakukan ketaatan kecuali melalui pemberdayaan Allah."
Ibn Hajar al-Asqalani mencatat dalam Fath al-Bari bahwa zikir ini mengandung penyerahan dan ketergantungan sepenuhnya pada Allah, mengakui ketidakmampuan manusia dan kemahakuasaan ilahi. Deskripsi sebagai "harta Surga" menunjukkan nilai spiritualnya yang besar dan pahala besar yang disediakan bagi mereka yang melafalkannya dengan pemahaman dan keikhlasan.
Pelajaran Praktis dalam Spiritualitas
Hadis ini dari Sahih al-Bukhari 6384 mengajarkan moderasi dalam ibadah - menghindari ekstrem sambil mempertahankan keikhlasan. Para ulama menekankan bahwa zikir terbaik adalah yang menggabungkan kesadaran batin dengan ekspresi luar yang sesuai. Harta itu terletak bukan pada volume tetapi pada makna, bukan pada kuantitas tetapi pada kualitas kehadiran di hadapan Yang Ilahi.