Seorang pria datang kepada para nabi dan berkata, "Aku hancur!" Nabi (ﷺ) berkata, "Ada apa denganmu?" Dia berkata, "Aku telah melakukan hubungan seksual dengan istriku (saat berpuasa) di bulan Ramadhan" Nabi (ﷺ) berkata kepadanya, "Bisakah kamu memelihara seorang budak?" Dia berkata, "Tidak." Nabi (ﷺ) berkata, "Bisakah kamu berpuasa selama dua bulan berturut-turut?" Dia berkata, "Tidak." Nabi (ﷺ) bersabda, "Bisakah kamu memberi makan enam puluh orang miskin?" Dia berkata, "Saya tidak punya apa-apa." Kemudian sebuah Irq (keranjang besar) berisi kurma diberikan kepada Nabi, dan Nabi (ﷺ) berkata (kepadanya), "Ambillah keranjang ini dan berikan sebagai sedekah." Pria itu berkata, "Kepada orang yang lebih miskin dari kita? Sesungguhnya, tidak ada seorang pun di antara dua gunungnya (yaitu, Madinah) yang lebih miskin dari kita." Nabi kemudian bersabda, "Ambillah dan beri makan keluargamu dengan itu."
Kafarat untuk Sumpah yang Tidak Terpenuhi
Sahih al-Bukhari - Hadis 6711
Konteks dan Keadaan
Narasi ini berkaitan dengan masalah serius dalam membatalkan puasa Ramadan melalui hubungan seksual, yang memerlukan kafarat. Kesedihan pria tersebut menunjukkan kesadaran yang tepat tentang konsekuensi spiritual dari pelanggaran serius ini.
Hierarki Kafarat
Nabi ﷺ menyajikan tiga pilihan dalam urutan kesulitan menurun: membebaskan budak yang beriman, berpuasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan enam puluh orang miskin. Ini menunjukkan prinsip memfasilitasi kewajiban agama sesuai dengan kemampuan seseorang.
Rahmat Ilahi dan Panduan Praktis
Ketika pria itu tidak mampu membayar pilihan apa pun, Allah menyediakan kurma melalui Nabi. Instruksi awal untuk memberikan sedekah dimodifikasi ketika pria itu mengungkapkan kemiskinan ekstremnya, menunjukkan pertimbangan Islam terhadap keadaan individu sambil mempertahankan kewajiban agama.
Keputusan Hukum yang Diambil
Para ulama menyimpulkan bahwa hubungan seksual yang disengaja selama hari-hari Ramadan membatalkan puasa dan memerlukan penggantian hari ditambah kafarat. Kafarat mengikuti urutan ini dan tidak dapat dilakukan di luar urutan kecuali seseorang benar-benar tidak mampu.
Pelajaran Spiritual
Insiden ini mengajarkan bahwa tobat yang tulus selalu diterima, rahmat ilahi mengakomodasi keterbatasan manusia, dan kewajiban agama mempertimbangkan kapasitas individu. Respons Nabi yang penuh kasih mengubah keputusasaan pria itu menjadi harapan dan solusi praktis.