حَدَّثَنَا عَلِيٌّ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، قَالَ قَالَ لِي ابْنُ أَبِي نَجِيحٍ عَنْ مُجَاهِدٍ، قَالَ صَحِبْتُ ابْنَ عُمَرَ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلَمْ أَسْمَعْهُ يُحَدِّثُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِلاَّ حَدِيثًا وَاحِدًا، قَالَ كُنَّا عِنْدَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأُتِيَ بِجُمَّارٍ فَقَالَ ‏"‏ إِنَّ مِنَ الشَّجَرِ شَجَرَةً مَثَلُهَا كَمَثَلِ الْمُسْلِمِ ‏"‏‏.‏ فَأَرَدْتُ أَنْ أَقُولَ هِيَ النَّخْلَةُ، فَإِذَا أَنَا أَصْغَرُ الْقَوْمِ فَسَكَتُّ، قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ هِيَ النَّخْلَةُ ‏"‏‏.‏
Terjemahan
Diriwayatkan Ibnu 'Umar

Kami bersama Nabi (صلى الله عليه وسلم) dan kurma segar dari pohon palem dibawa kepadanya. Pada saat itu dia berkata, "Di antara pohon-pohon itu, ada pohon yang menyerupai seorang Muslim." Saya ingin mengatakan bahwa itu adalah pohon kurma tetapi karena saya adalah yang termuda dari semuanya, saya tetap diam. Dan kemudian Nabi (صلى الله عليه وسلم) bersabda, "Ini adalah pohon kurma."

Comment

Perumpamaan Pohon Kurma

Hadis mulia ini dari Sahih al-Bukhari (72) menyajikan perumpamaan yang mendalam di mana Nabi Muhammad (ﷺ) membandingkan Muslim dengan pohon kurma. Para ulama menjelaskan bahwa kemiripan ini terwujud dalam berbagai aspek: sebagaimana pohon kurma berdiri tegak dan kokoh, demikian pula Muslim harus tetap teguh dalam iman; sebagaimana akarnya menembus jauh ke dalam bumi, demikian pula iman Muslim harus berakar dalam; sebagaimana ia secara konsisten berbuah di semua musim, demikian pula Muslim harus terus-menerus melakukan perbuatan baik; dan sebagaimana setiap bagian pohon kurma melayani tujuan yang bermanfaat, demikian pula setiap aspek kehidupan Muslim harus membawa manfaat bagi orang lain.

Komentar Ilmiah

Imam Ibn Hajar al-Asqalani, dalam komentarnya yang monumental Fath al-Bari, menjelaskan bahwa kemiripan pohon kurma dengan orang beriman meluas hingga kemurniannya - karena baik daun maupun buahnya tidak jatuh secara berlebihan, melambangkan konsistensi Muslim dalam ibadah. Lebih lanjut, pohon kurma mengangkat dirinya tinggi sementara akarnya tetap tertanam kuat, mewakili hubungan Muslim antara kewajiban duniawi dan aspirasi spiritual.

Insiden di mana sahabat muda Abdullah ibn Umar (semoga Allah meridainya) menahan diri untuk tidak berbicara karena menghormati orang yang lebih tua menunjukkan etika Islam dalam menghormati senioritas dan menjaga tata krama yang tepat dalam pertemuan ilmu. Afirmasi Nabi berikutnya terhadap jawaban tersebut berfungsi sebagai validasi dan instruksi bagi seluruh komunitas.

Implikasi Praktis

Ajaran ini mendorong Muslim untuk meneladani kualitas pohon kurma: ketahanan dalam kesulitan, produktivitas berkelanjutan dalam kebenaran, dan kegunaan komprehensif bagi masyarakat. Metafora ini menginspirasi orang beriman untuk menjadi orang yang seluruh keberadaannya - dari kata-kata hingga tindakan - membawa manfaat bagi umat manusia, sebagaimana setiap bagian pohon kurma melayani tujuan yang bermanfaat.