حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْجَعْدِ، قَالَ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ، قَالَ أَخْبَرَنِي مَنْصُورٌ، قَالَ سَمِعْتُ رِبْعِيَّ بْنَ حِرَاشٍ، يَقُولُ سَمِعْتُ عَلِيًّا، يَقُولُ قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ لاَ تَكْذِبُوا عَلَىَّ، فَإِنَّهُ مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ فَلْيَلِجِ النَّارَ ‏"‏‏.‏
Terjemahan
Diriwayatkan Abu Huraira

Nabi (صلى الله عليه وسلم) bersabda, "Namakan dirimu dengan namaku (gunakan namaku tetapi jangan menamailah dirimu dengan namaku Kunya (yaitu Abul Qasim). Dan barangsiapa melihat-Ku dalam mimpi, maka niscaya dia telah melihat-Ku, karena Setan tidak dapat menyamar sebagai Aku. Dan barangsiapa berbohong terhadapku (dengan sengaja), maka (pasti) biarlah dia menduduki tempat duduknya di api neraka."

Comment

Teks & Konteks Hadis

Nabi (ﷺ) bersabda, "Namailah dirimu dengan namaku (gunakan namaku) tetapi jangan namai dirimu dengan nama Kunya-ku (yaitu Abul Qasim). Dan siapa pun yang melihatku dalam mimpi maka sungguh dia telah melihatku karena setan tidak dapat meniruku. Dan siapa pun yang berbohong terhadapku (sengaja), maka (sungguh) biarkan dia menempati tempatnya di Neraka."

Hadis yang mendalam ini dari Sahih al-Bukhari (Kitab: Ilmu, Hadis: 110) mengandung tiga keputusan yang berbeda namun saling terkait dengan pentingnya yang sangat besar bagi komunitas Muslim.

Larangan Menggunakan Kunya "Abul Qasim"

Larangan mengambil Kunya "Abul Qasim" khusus pada masa hidup Nabi untuk mempertahankan kehormatan unik dari gelar orang tuanya. Para ulama menjelaskan ini mencegah kebingungan potensial ketika dia dipanggil dalam pertemuan publik. Setelah wafatnya, pendapat mayoritas ulama memperbolehkan penggunaan Kunya ini, karena alasan utama larangan (kebingungan selama hidupnya) tidak lagi ada.

Keputusan ini menunjukkan kebijaksanaan hukum Islam dalam menangani keadaan khusus sambil mendorong penggunaan nama yang diberkati "Muhammad" dan nama-nama kenabian lainnya untuk mempertahankan koneksi spiritual.

Keaslian Melihat Nabi dalam Mimpi

Pernyataan bahwa "Setan tidak dapat meniruku" menetapkan bahwa setiap penglihatan sejati Nabi (ﷺ) dalam mimpi adalah otentik. Ini adalah perlindungan ilahi khusus yang diberikan kepada Penutup Para Nabi. Para ulama menjelaskan bahwa ini hanya berlaku untuk melihat bentuk aslinya seperti yang dijelaskan dalam narasi otentik.

Ajaran ini memberikan kenyamanan kepada orang beriman dan mengonfirmasi realitas spiritual bahwa jiwa mulia Nabi dapat muncul kepada orang-orang saleh dalam mimpi mereka, menawarkan bimbingan dan syafaat.

Peringatan Keras Terhadap Pemalsuan Hadis

Peringatan keras tentang menempati tempat di Neraka karena sengaja berbohong kepada Nabi mewakili salah satu ancaman paling berat dalam teks Islam. Para ulama menekankan ini berlaku untuk siapa pun yang mengaitkan kepada Nabi kata-kata yang tidak dia ucapkan, tindakan yang tidak dia lakukan, atau persetujuan yang tidak dia berikan.

Keputusan ini mendirikan fondasi untuk ilmu kritik Hadis yang ketat, memastikan pelestarian ajaran Islam otentik dan melindungi agama dari korupsi melalui atribusi palsu.

Konsensus Ulama & Aplikasi Praktis

Sepanjang sejarah Islam, para ulama telah sepakat bulat tentang beratnya memalsukan hadis, menganggapnya di antara dosa-dosa besar. Pelestarian ajaran otentik Nabi tetap menjadi tanggung jawab kolektif komunitas.

Hadis ini terus membimbing Muslim dalam etika yang tepat mengenai nama Nabi, memahami interpretasi mimpi, dan yang paling penting, mempertahankan kemurnian ajaran Islam dari pemalsuan dan distorsi.