حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ، حَدَّثَنَا رَوْحٌ، حَدَّثَنَا شِبْلٌ، عَنِ ابْنِ أَبِي نَجِيحٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي لَيْلَى، عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ ـ رضى الله عنه ـ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم رَآهُ وَأَنَّهُ يَسْقُطُ عَلَى وَجْهِهِ فَقَالَ ‏"‏ أَيُؤْذِيكَ هَوَامُّكَ ‏"‏‏.‏ قَالَ نَعَمْ‏.‏ فَأَمَرَهُ أَنْ يَحْلِقَ وَهُوَ بِالْحُدَيْبِيَةِ، وَلَمْ يَتَبَيَّنْ لَهُمْ أَنَّهُمْ يَحِلُّونَ بِهَا، وَهُمْ عَلَى طَمَعٍ أَنْ يَدْخُلُوا مَكَّةَ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ الْفِدْيَةَ، فَأَمَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ يُطْعِمَ فَرَقًا بَيْنَ سِتَّةٍ، أَوْ يُهْدِيَ شَاةً، أَوْ يَصُومَ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ‏.‏
Terjemahan
Diriwayatkan 'Abdur-Rahman bin Abu Layla

(Melaporkan pidato Ka'b bin Umra) Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) melihatnya (yaitu Ka'b) saat kutu jatuh di wajahnya. Dia bertanya kepadanya, "Apakah kutumu mengganggumu?" Dia menjawab dengan setuju. Jadi, dia memerintahkannya untuk mencukur kepalanya saat dia berada di Al-Hudaibiya. Pada saat itu mereka tidak diizinkan untuk menyelesaikan Ihram mereka, dan masih berharap untuk memasuki Mekah. Jadi, Allah mengungkapkan ayat-ayat Al-Fidya. Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) memerintahkannya untuk memberi makan enam orang miskin dengan satu Faraq makanan atau menyembelih satu domba (sebagai korban) atau berpuasa selama tiga hari.

Comment

Latar Belakang Kontekstual

Narasi ini dari Sahih al-Bukhari 1817 menceritakan peristiwa selama Perjanjian Hudaybiyyah ketika para jamaah haji dicegah menyelesaikan haji mereka ke Mekah. Para sahabat, termasuk Ka'b bin Umra, berada dalam keadaan ihram tetapi menghadapi kesulitan karena tinggal yang berkepanjangan.

Komentar Ulama tentang Insiden

Pengamatan Nabi terhadap penderitaan Ka'b menunjukkan kepemimpinan penuh kasih dan perhatiannya terhadap kondisi para sahabatnya. Infestasi kutu menunjukkan ketidaknyamanan parah yang memerlukan bantuan dari pembatasan ihram.

Mencukur kepala selama ihram biasanya dilarang kecuali dalam kasus kesulitan yang sebenarnya. Keputusan ini menetapkan prinsip bahwa kewajiban agama mempertimbangkan kemampuan manusia dan menghilangkan kesulitan yang tidak wajar.

Keputusan Hukum dan Fidya (Kompensasi)

Wahyu ayat-ayat fidya (Quran 2:196) memberikan alternatif yang penuh belas kasih: memberi makan enam orang miskin (satu faraq ≈ 3 kg makanan), menyembelih seekor domba, atau berpuasa tiga hari. Kompensasi ini mempertahankan nilai spiritual sambil mengatasi kebutuhan praktis.

Ulama klasik mencatat bahwa ini menetapkan prinsip "rukhsa" (keringanan) dalam hukum Islam, di mana kesulitan sebenarnya menjamin fleksibilitas hukum tanpa mengorbankan tujuan agama.

Pelajaran Spiritual

Insiden ini mengajarkan bahwa Islam menyeimbangkan antara kewajiban ibadah dan kesejahteraan manusia. Kesabaran para sahabat sambil berharap memasuki Mekah menggambarkan iman yang teguh di tengah kekecewaan.

Wahyu bertahap dari keputusan menunjukkan kebijaksanaan Allah dalam membuat undang-undang sesuai dengan keadaan yang muncul, memberikan panduan abadi untuk situasi serupa sepanjang sejarah Islam.