حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، قَالَ حَدَّثَنَا مِسْعَرٌ، عَنْ زِيَادٍ، قَالَ سَمِعْتُ الْمُغِيرَةَ ـ رضى الله عنه ـ يَقُولُ إِنْ كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم لَيَقُومُ لِيُصَلِّيَ حَتَّى تَرِمُ قَدَمَاهُ أَوْ سَاقَاهُ، فَيُقَالُ لَهُ فَيَقُولُ ‏"‏ أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا ‏"‏‏.‏
Terjemahan
Diriwayatkan Al-Mughira

Nabi (صلى الله عليه وسلم) biasa berdiri (dalam shalat) atau shalat sampai kedua kaki atau kakinya membengkak. Dia ditanya mengapa (dia mengucapkan doa yang tak tertahankan) dan dia berkata, "bukankah saya harus menjadi budak yang bersyukur."

Comment

Shalat Malam (Tahajjud)

Sahih al-Bukhari 1130

Keutamaan Shalat Malam

Narasi ini menunjukkan pengabdian Nabi yang sangat besar terhadap shalat malam, berdiri begitu lama sehingga kaki beliau yang diberkati membengkak. Manifestasi fisik ibadah ini menunjukkan intensitas hubungannya dengan Allah.

Semangat Syukur

Jawaban Nabi "bukankah aku harus menjadi hamba yang bersyukur" mengungkapkan bahwa ibadahnya yang berkepanjangan berasal dari rasa syukur yang mendalam kepada Allah. Rasa syukur yang sejati diungkapkan tidak hanya dengan kata-kata tetapi melalui tindakan dan ibadah yang penuh pengabdian.

Keseimbangan dalam Ibadah

Meskipun ini menunjukkan tingkat pengabdian tertinggi, para ulama mencatat bahwa teladan Nabi juga mengajarkan moderasi. Beliau melarang kelebihan yang menyebabkan bahaya, menunjukkan bahwa ini adalah praktik pribadinya sambil mendorong ibadah yang seimbang bagi komunitasnya.

Aspirasi Spiritual

Hadis ini menginspirasi orang beriman untuk meningkatkan shalat sunnah mereka, khususnya Tahajjud, sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah dan mengungkapkan rasa syukur yang tulus atas berkah-Nya yang tak terhitung.