حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ عُقَيْلٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ، قَالَ إِنَّ جُبَيْرَ بْنَ مُطْعِمٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ، سَمِعَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ ‏"‏ لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ ‏"‏‏.‏
Terjemahan
Narasi Jubair bin Mut`im

Bahwa dia mendengar Nabi (ﷺ) berkata, “Orang yang memutuskan ikatan kekerabatan tidak akan masuk surga.”

Comment

Larangan Memutus Tali Silaturahmi

Narasi mendalam ini dari Sahih al-Bukhari 5984, yang ditemukan dalam Kitab Adab dan Tata Krama (Al-Adab), menetapkan konsekuensi spiritual yang serius dari memutus ikatan keluarga. Pernyataan Nabi memiliki bobot yang sangat besar dalam etika Islam.

Komentar Ilmiah tentang Keseriusan

Ulama klasik menjelaskan bahwa "memutus ikatan kekerabatan" (qatī'at ar-rahm) merujuk pada sengaja memutus hubungan dengan kerabat darah, menolak memenuhi hak-hak mereka, atau menahan kebaikan dan dukungan finansial ketika mampu.

Imam An-Nawawi berkomentar bahwa larangan ini mencakup baik kerugian aktif maupun pengabaian pasif terhadap hak-hak sah kerabat sesuai dengan kedekatan dalam kekerabatan.

Implikasi Teologis

Penyangkalan Surga yang disebutkan di sini, menurut ulama seperti Ibn Hajar al-Asqalani, berlaku bagi seseorang yang meninggal dalam keadaan terus-menerus melakukan dosa ini tanpa tobat. Beberapa ulama membedakan antara pengucilan abadi dan hukuman sementara berdasarkan keadaan akhir iman seseorang.

Peringatan keras ini menekankan bahwa menjaga tali silaturahmi (silat ar-rahm) adalah salah satu kewajiban terbesar setelah keyakinan dasar dan ibadah.

Aplikasi Praktis

Ulama mendefinisikan menjaga tali silaturahmi sebagai: mengunjungi kerabat, menanyakan kesejahteraan mereka, menawarkan bantuan finansial ketika diperlukan, bertukar hadiah, dan mengabaikan kesalahan mereka sambil menyerukan kebaikan.

Kewajiban ini sebanding dengan kedekatan hubungan, dengan keluarga inti memiliki klaim yang lebih kuat daripada sepupu jauh.

Pengecualian dan Kualifikasi

Ulama mencatat bahwa menjaga hubungan tidak mengharuskan seseorang menempatkan diri dalam bahaya atau mendukung kerabat dalam kegiatan berdosa. Seseorang dapat membatasi interaksi sambil tetap memenuhi kewajiban dasar dan menawarkan nasihat.

Jika kerabat non-Muslim, kewajiban untuk menjaga hubungan yang benar tetap ada, meskipun caranya mungkin berbeda sesuai dengan pedoman Islam.