Ketika saya masih muda, saya bertanya kepada 'Aisyah, istri Nabi. "Bagaimana dengan arti dari Firman Allah; " Sesungguhnya! (pegunungan) As-Safa dan Al Marwa, adalah salah satu simbol Allah. Jadi, tidak berbahaya jika mereka yang menunaikan haji atau umrah Rumah (Ka'bah di Mekah) melakukan Takwaf di antara mereka? (2.158) Aku mengerti (dari itu) bahwa tidak ada salahnya jika seseorang tidak melakukan Tawaf di antara mereka." 'Aisyah menjawab, "Tidak, karena jika itu seperti yang kamu katakan, maka pembacaannya akan seperti ini: 'Tidak ada salahnya tidak melakukan Tawaf di antara mereka.' Ayat ini diturunkan sehubungan dengan Ansar yang biasa mengambil Ihram untuk berhala Manat yang diletakkan di samping tempat yang disebut Qudaid dan orang-orang itu berpikir tidak tepat untuk melakukan Tawaf As-Safa dan Al-Marwa. Ketika Islam datang, mereka bertanya kepada Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) tentang hal itu, dan Allah menyatakan: "Sesungguhnya! (pegunungan) As-Safa dan Al-Marwa adalah salah satu simbol Allah. Jadi, tidak berbahaya bagi mereka yang mengerjakan haji atau umrah Rumah (Ka'bah di Mekah) untuk melakukan perjalanan (Tawaf) di antara mereka." (2.158) Sufyan dan Abu Muawiya menambahkan dari Hisyam (dari 'Aisha): "Haji atau 'Umrah dari orang yang tidak melakukan perjalanan (Tawaf) antara As-Safa dan Al-Marwa tidak lengkap di mata Allah.
Revelasi Kontekstual dari Ayat
Narasi ini dari Sahih al-Bukhari 1790 menjelaskan keadaan seputar turunnya Quran 2:158 mengenai Sa'i antara Safa dan Marwa. Kaum Ansar, sebelum Islam, menghindari ritual ini karena asosiasi mereka dengan bukit-bukit ini dengan berhala pra-Islam di dekat Manat di Qudaid.
Setelah memeluk Islam, mereka mempertanyakan keabsahan praktik ini, yang mengarah pada klarifikasi ilahi bahwa ini memang termasuk simbol-simbol Allah dan melakukan Tawaf di antara keduanya tidak hanya diperbolehkan tetapi wajib.
Analisis Linguistik dari Ayat
Tanggapan Lady Aisha menunjukkan pemahaman mendalam tentang tafsir Al-Quran. Dia menjelaskan bahwa konstruksi ayat "fa la junaha 'alayhi" menunjukkan tidak ada dosa dalam melakukan Sa'i, bukan memperbolehkan pengabaiannya.
Seandainya niatnya adalah membuatnya opsional, frasanya akan menjadi "fa la junaha an la yatuffa bihima" (tidak ada dosa dalam tidak melakukan Tawaf di antara keduanya). Analisis linguistik yang tepat ini mengonfirmasi kewajiban Sa'i.
Keputusan Hukum tentang Sa'i
Pernyataan penutup yang ditransmisikan melalui Sufyan dan Abu Muawiya menetapkan keputusan definitif: Haji atau Umrah tetap tidak lengkap tanpa melakukan Sa'i antara Safa dan Marwa.
Ini merupakan salah satu pilar penting (arkan) dari Haji dan Umrah, tanpanya ibadah haji tidak sah menurut konsensus ulama klasik.
Signifikansi Ilmiah
Narasi ini menggambarkan bagaimana sahabat Nabi menyelesaikan pertanyaan hukum melalui referensi langsung pada wahyu ilahi, menetapkan metodologi penurunan hukum Islam dari sumber-sumber primer.
Ini juga menunjukkan pentingnya memahami konteks sejarah (asbab al-nuzul) untuk interpretasi yang tepat dari ayat-ayat Al-Quran dan implikasi hukumnya.