Saya berkata kepada Rasulullah (صلى الله عليه وسلم), "Sebelum memeluk Islam, saya biasa melakukan perbuatan baik seperti bersedekah, memperbudak, dan menjaga hubungan baik dengan Kith dan kerabat. Haruskah aku dihargai atas perbuatan itu?" Nabi (صلى الله عليه وسلم) menjawab, "Kamu menjadi Muslim dengan semua perbuatan baik itu (Tanpa kehilangan pahalanya)."
Komentar tentang Hadis dari Sahih al-Bukhari 1436
Narasi ini dari Kitab Zakat dalam Sahih al-Bukhari membahas pertanyaan mendasar mengenai status perbuatan baik yang dilakukan sebelum memeluk Islam. Penanya, sebelumnya dikenal sebagai Hakim ibn Hizam, khawatir tentang tindakan amal pra-Islamnya, pembebasan budak, dan menjaga hubungan kekerabatan.
Interpretasi Ilmiah
Tanggapan Nabi menunjukkan rahmat Allah yang tak terbatas dan keadilan yang komprehensif. Ketika seseorang memeluk Islam dengan tulus, semua perbuatan baik sebelumnya dilestarikan dan diberi pahala, sementara perbuatan jahat diampuni. Prinsip ini mendorong Muslim baru untuk beralih tanpa kecemasan spiritual tentang tindakan saleh masa lalu mereka.
Ulama klasik menjelaskan bahwa keputusan ini berlaku khusus untuk perbuatan yang selaras dengan ajaran Islam dan dilakukan dengan niat murni. Tindakan yang bertentangan dengan Syariah, meskipun dianggap mulia dalam masyarakat pra-Islam, tidak termasuk dalam pengampunan ilahi ini.
Implikasi Hukum dan Spiritual
Hadis ini menetapkan bahwa Islam tidak membatalkan kebajikan manusia tetapi justru menyempurnakannya. Kelanjutan pahala untuk perbuatan baik pra-Islam mencerminkan pengakuan Allah terhadap kebaikan manusia bawaan dan keinginan-Nya untuk memfasilitasi pertumbuhan spiritual.
Para ulama menekankan bahwa rahmat ilahi ini harus menginspirasi rasa syukur daripada kepuasan diri, karena perjalanan spiritual sejati dimulai dengan bimbingan komprehensif Islam. Pelestarian kebajikan masa lalu berfungsi sebagai modal spiritual untuk kehidupan baru orang beriman dalam Islam.