Kami pergi bersama 'Abdullah bin 'Umar dan seorang Badui berkata (kepada 'Abdullah), "Katakanlah kepadaku tentang firman Allah: "Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak (Al-Kanz - uang, emas, perak dll., yang zakatnya belum dibayar) dan tidak membelanjakannya di Jalan Allah (Ay.9:34)." Ibnu 'Umar berkata, "Barangsiapa menimbunnya dan tidak membayar zakatnya, maka celakalah dia. Tetapi ayat-ayat suci ini diungkapkan sebelum ayat-ayat Zakat. Jadi ketika ayat-ayat zakat diturunkan, Allah menjadikan zakat sebagai pembersih harta."
Komentar tentang Hadis Mengenai Menimbun Kekayaan
Narasi ini dari Sahih al-Bukhari 1404 menyajikan klarifikasi penting mengenai interpretasi ayat-ayat Al-Quran tentang menimbun kekayaan. Pertanyaan orang badui merujuk pada Surah At-Tawbah, ayat 34, yang berisi peringatan keras bagi mereka yang mengumpulkan emas dan perak tanpa membelanjakan di jalan Allah.
Pemahaman Kontekstual tentang Wahyu
Abdullah ibn Umar (semoga Allah meridainya) memberikan konteks sejarah yang penting: ayat tentang menimbun diwahyukan sebelum legislasi rinci Zakat ditetapkan. Ini menunjukkan prinsip wahyu progresif dalam hukum Islam, di mana prinsip-prinsip umum mendahului regulasi spesifik.
Peringatan awal berfungsi sebagai fondasi moral, mempersiapkan komunitas Muslim untuk kewajiban Zakat berikutnya. Pemahaman kronologis ini mencegah kesalahpahaman dalam penerapan ayat tersebut.
Zakat sebagai Penyucian Spiritual
Ibn Umar menekankan bahwa ketika ayat-ayat Zakat diwahyukan, Allah menetapkannya sebagai sarana untuk menyucikan kekayaan. Ini mengubah pemahaman tentang akumulasi kekayaan - dari yang secara inheren dikutuk menjadi diatur melalui ketentuan ilahi.
Pembayaran Zakat berfungsi sebagai pembersihan spiritual bagi pemilik dan mekanisme praktis untuk sirkulasi kekayaan dalam masyarakat, memenuhi tujuan ganda penyucian individu dan kesejahteraan sosial.
Implikasi Hukum dan Spiritual
Komentar ini menetapkan bahwa peringatan keras berlaku khusus bagi mereka yang menahan Zakat setelah kewajibannya dijelaskan. Ini mencerminkan prinsip Islam bahwa peringatan mengikuti penetapan kewajiban.
Narasi ini menegaskan bahwa Zakat yang dibayar dengan benar mengubah kekayaan yang terkumpul dari "ditimbun" menjadi "disucikan," menunjukkan pendekatan Islam yang seimbang terhadap kepemilikan materi - bukan penolakan total maupun akumulasi tanpa syarat.