Suatu ketika Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) keluar untuk menjawab panggilan alam dan saya mengikutinya dengan gelas berisi air, dan ketika dia selesai, saya menuangkan air dan dia berwudhu dan memberikan tangan basah di atas Khuffs (kaus kaki yang terbuat dari kain tebal atau kulit).
Teks & Konteks Hadis
Diriwayatkan oleh Al-Mughira bin Shu'ba (RA): Suatu kali Utusan Allah (ﷺ) pergi untuk buang hajat dan aku mengikutinya dengan sebuah gelas berisi air, dan ketika dia selesai, aku menuangkan air dan dia melakukan wudhu dan mengusap tangan basah di atas Khuffs-nya (kaus kaki yang terbuat dari kain tebal atau kulit).
Referensi: Sahih al-Bukhari 203
Komentar Ilmiah
Hadis ini menetapkan keabsahan mengusap kaus kaki kulit (khuffs) selama wudhu, yang merupakan keringanan (rukhsa) yang signifikan dalam yurisprudensi Islam. Nabi (ﷺ) mendemonstrasikan praktik ini setelah memakai khuffs dalam keadaan suci.
Tindakan mengusap dilakukan dengan membasahi tangan dan mengusapkannya di permukaan atas khuffs, berbeda dengan pencucian detail yang diperlukan untuk kaki telanjang. Keputusan ini berlaku untuk kedua pelancong dan penduduk, dengan para ulama berbeda pendapat tentang durasi keabsahannya (24 jam untuk penduduk dan 72 jam untuk pelancong).
Narasi ini juga menggambarkan perhatian teliti para Sahabat dalam mengamati dan melestarikan praktik Nabi, bahkan dalam momen pribadi, untuk manfaat generasi mendatang.
Signifikansi Yuridis
Mengusap khuffs menggantikan mencuci kaki dalam wudhu, asalkan khuffs dipakai dalam keadaan suci sepenuhnya. Keputusan ini mewakili rahmat Allah dalam memfasilitasi ibadah, terutama selama perjalanan atau cuaca dingin.
Kondisi utama untuk keringanan ini termasuk: khuffs harus menutupi seluruh kaki hingga pergelangan kaki, cukup kuat untuk berjalan, dan bebas dari najis besar. Masa berlaku dimulai dari pengusapan pertama setelah wudhu batal.
Sumber & Keaslian
Buku: Wudhu | Penulis: Sahih al-Bukhari
Narasi ini diterima secara universal oleh para ulama sebagai otentik dan merupakan bagian dari praktik mutawatir (yang ditransmisikan secara massal) Nabi (ﷺ). Ini dikutip di semua mazhab hukum Islam utama sebagai bukti fondasional untuk keputusan ini.