وَعَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا جَلَسَ مَجْلِسًا أَوْ صَلَّى تكلَّم بِكَلِمَاتٍ فَسَأَلْتُهُ عَنِ الْكَلِمَاتِ فَقَالَ:" إِنْ تُكُلِّمَ بِخَيْرٍ كَانَ طَابَعًا عَلَيْهِنَّ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَإِنْ تُكُلِّمَ بِشَرٍّ كَانَ كَفَّارَةً لَهُ: سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ ". رَوَاهُ النَّسَائِيّ
Terjemahan
Anas mengatakan bahwa ketika sesuatu menyebabkan kekhawatiran utusan Tuhan dia akan berkata, “Wahai Yang Hidup, Wahai Yang Kekal, dalam rahmat-Mu aku mencari pertolongan.” Tirmidhi menuliskannya, mengatakan ini adalah tradisi gharib yang tidak didedikasikan untuk ingatan. **Laisa bi-mahfuz digunakan di sini. Tradisi yang disebut mahfuz adalah tradisi yang dianggap lebih unggul jika dibandingkan dengan tradisi shadhdh (lih. P. xii).