(Periode hiburan seorang tamu adalah tiga hari, dan kebaikan dan kesopanan yang maksimal adalah untuk satu hari dan satu malam. =" Tidak diperbolehkan bagi seorang Muslim untuk tinggal bersama, saudaranya sampai dia membuatnya berdosa. Mereka berkata: Rasulullah, bagaimana dia akan membuatnya berdosa? Dia (Nabi Suci) bersabda: Dia tinggal bersamanya (begitu lama) sehingga tidak ada yang tersisa untuknya untuk menghiburnya.
Kitab Harta Hilang - Sahih Muslim 48 c
Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, dan berkah serta salam atas Nabi Muhammad, keluarganya, dan para sahabat.
Analisis Teks
Hadis mulia dari Sahih Muslim ini menetapkan etika keramahan dalam Islam, menjelaskan bahwa periode yang disarankan untuk menjamu tamu adalah tiga hari. Nabi Muhammad (semoga damai besertanya) lebih lanjut menetapkan bahwa standar tertinggi kesopanan dan kemurahan hati diharapkan untuk hari dan malam pertama.
Frasa "kebaikan dan kesopanan tertinggi" (al-jawārī ḥaqqahā) merujuk pada kewajiban tuan rumah untuk menyediakan makanan, akomodasi, dan perlakuan terbaik yang tersedia selama periode awal ini.
Kebijaksanaan Spiritual
Larangan untuk berlama-lama sebagai tamu berasal dari prinsip Islam dalam mencegah kesulitan (rafʿ al-ḥaraj). Ketika seorang tamu tinggal lebih dari tiga hari, mereka dapat membebani tuan rumah secara finansial atau sosial, berpotensi menyebabkan tuan rumah membenci tamu - sehingga membuat kedua pihak rentan terhadap dosa.
Pertanyaan para Sahabat "bagaimana dia membuatnya berdosa?" menunjukkan keinginan mereka untuk memahami kebijaksanaan halus di balik aturan ini. Jawaban Nabi mengungkapkan bahwa tinggal berlebihan menguras sumber daya dan kesabaran tuan rumah, berpotensi menyebabkan mereka menghibur pikiran negatif atau berbicara kasar.
Aplikasi Praktis
Para ulama telah menyimpulkan dari hadis ini bahwa keramahan di luar tiga hari menjadi sedekah sukarela (ṣadaqah) daripada kewajiban. Tamu harus memperhatikan keadaan tuan rumah dan berangkat sebelum menyebabkan kesulitan apa pun.
Ajaran ini menyeimbangkan hak-hak tamu dan tuan rumah, melestarikan persaudaraan sambil mencegah potensi konflik. Ini mencerminkan pendekatan Islam yang komprehensif terhadap hubungan sosial, di mana setiap interaksi diatur oleh kebijaksanaan ilahi dan pertimbangan untuk kesejahteraan orang lain.