حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ، حَدَّثَنَا مَالِكٌ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ مُحَمَّدِ، بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَقَّاصٍ، عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ ‏"‏ ‏.‏
Terjemahan
Telah diriwayatkan tentang kewibawaan Umar b. al-Khattab bahwa Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) berkata

(Nilai) suatu tindakan tergantung pada niat di baliknya. Seorang pria akan dihargai hanya untuk apa yang dia maksudkan. Emigrasi orang yang beremigrasi demi Allah dan Rasul-Nya (صلى الله عليه وسلم) adalah demi Allah dan Rasul-Nya (صلى الله عليه وسلم); dan emigrasi seseorang yang beremigrasi untuk mendapatkan keuntungan duniawi atau untuk menikahi seorang wanita adalah untuk apa yang telah dia emigrasikan.

Comment

Kitab tentang Pemerintahan - Sahih Muslim 1907a

Hadis ini, yang dikenal sebagai "Hadis Niat," menetapkan prinsip dasar Islam bahwa nilai spiritual semua perbuatan ditentukan oleh niat (niyyah) di baliknya. Ini berfungsi sebagai landasan yurisprudensi dan spiritualitas Islam.

Keutamaan Niat

Nabi (ﷺ) memulai dengan menetapkan prinsip universal: "Nilai suatu tindakan bergantung pada niat di baliknya." Ini berarti bahwa tindakan lahiriah, meskipun penting, memperoleh bobot spiritual dari keadaan batin hati. Sebuah perbuatan yang tampaknya kecil dengan niat tulus mungkin lebih besar daripada perbuatan besar yang dilakukan untuk pamer.

Para ulama menjelaskan bahwa niat melayani tiga tujuan utama: membedakan tindakan ibadah dari kebiasaan belaka, membedakan berbagai kategori ibadah satu sama lain, dan menentukan pahala spiritual atau ketiadaannya.

Balasan Ilahi Menurut Niat

"Seseorang hanya akan diberi pahala atas apa yang dia niatkan" menjelaskan bahwa penghakiman Allah didasarkan pada apa yang benar-benar diniatkan hamba dalam hatinya, bukan hanya penampilan lahiriah tindakan. Ini melindungi dari kemunafikan dan menekankan bahwa Allah mengetahui rahasia terdalam hati.

Para ulama mencatat bahwa prinsip ini berlaku untuk ibadah dan transaksi duniawi. Seseorang akan menerima pahala atas apa yang mereka niatkan untuk dilakukan, bahkan jika tidak dapat menyelesaikan tindakan, asalkan niatnya tulus.

Contoh Hijrah

Nabi (ﷺ) memberikan contoh praktis hijrah untuk mengilustrasikan poinnya. Tindakan fisik berpindah dari satu tempat ke tempat lain identik, tetapi konsekuensi spiritual berbeda secara radikal berdasarkan niat.

"Hijrah seseorang yang berhijrah demi Allah dan Rasul-Nya (ﷺ) adalah demi Allah dan Rasul-Nya" merujuk pada mereka yang meninggalkan Mekah untuk Madinah murni demi mempertahankan iman mereka dan mendukung komunitas Muslim. Pahala mereka lengkap dan abadi.

"Hijrah seseorang yang berhijrah untuk mendapatkan keuntungan duniawi atau untuk menikahi seorang wanita adalah untuk apa yang dia hijrah" merujuk pada mereka yang melakukan tindakan fisik yang sama tetapi dengan motif duniawi. Mereka hanya menerima apa yang mereka cari - manfaat duniawi - tetapi tidak ada pahala spiritual.

Komentar Ulama

Imam Nawawi berkomentar bahwa hadis ini adalah salah satu prinsip dasar Islam, yang mencakup aspek lahiriah dan batin agama. Ini mengajarkan bahwa keikhlasan (ikhlas) adalah jiwa dari semua ibadah.

Ibn Rajab al-Hanbali menjelaskan bahwa hadis ini membedakan antara mereka yang tindakannya murni untuk Allah dan mereka yang mencampur niat mereka dengan keinginan duniawi. Yang pertama menerima pahala penuh, sementara pahala yang terakhir berkurang atau dibatalkan berdasarkan niat mereka.

Ajaran ini mendorong pemeriksaan diri (muhasabah) yang konstan terhadap niat seseorang dan memurnikannya hanya untuk Allah, menjadikannya panduan komprehensif untuk pengembangan spiritual.