وَحَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ ابْنُ عُلَيَّةَ، ح وَحَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ، كِلاَهُمَا عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ لاَ يُؤْمِنُ عَبْدٌ - وَفِي حَدِيثِ عَبْدِ الْوَارِثِ الرَّجُلُ - حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ ‏"‏ ‏.‏
Terjemahan
Dilaporkan tentang otoritas Anas b. Malik yang dikatakan Rasulullah

Tidak ada di antara kamu yang beriman sampai aku lebih disayanginya daripada anaknya, ayahnya, dan seluruh umat manusia.

Comment

Kitab Iman - Sahih Muslim 44b

Hadis mendalam ini dari Sahih Muslim menetapkan posisi utama Nabi Muhammad (ﷺ) dalam hati seorang mukmin sejati. Komentar yang mengikutinya disajikan dengan cara ilmu Islam klasik.

Inti Iman Sejati (Iman)

Para ulama menjelaskan bahwa hadis ini menetapkan kondisi mendasar untuk iman yang sempurna. Ini tidak menafikan iman dasar (iman asl) dari seseorang yang bergumul dengan ini, tetapi menggambarkan kesempurnaan iman (iman kamal).

Ibn Rajab al-Hanbali menyatakan: "Preferensi ini tidak hanya emosional, tetapi terwujud dalam ketaatan - mengikuti perintah Nabi, menghindari larangannya, dan mengutamakan bimbingannya di atas semua pendapat dan keinginan lain."

Hirarki Cinta dalam Islam

Al-Qadi 'Iyad menjelaskan bahwa cinta dalam Islam memiliki tingkatan: cinta kepada Allah adalah tertinggi, kemudian cinta kepada Rasul-Nya, lalu cinta kepada orang tua, anak-anak, dan sesama Muslim.

Hadis ini menetapkan bahwa posisi Nabi dalam hati seorang mukmin harus melebihi bahkan keterikatan manusia alami terkuat. Ini karena dia adalah sarana untuk keridhaan Allah dan pemandu keselamatan.

Manifestasi Praktis

Cinta ini terwujud secara praktis dengan: mengutamakan Sunnah di atas praktik budaya, mempelajari sirahnya (biografi), mengirimkan shalawat kepadanya secara teratur, dan membela kehormatannya.

Imam Nawawi berkomentar: "Maknanya adalah bahwa iman seseorang tidak sempurna sampai Nabi (ﷺ) menjadi lebih dicintai olehnya daripada semua orang lain. Ini dicapai dengan mengikuti teladannya secara sempurna dalam semua hal."

Signifikansi Spiritual

Ajaran ini melatih mukmin untuk melampaui kecenderungan alami dan keinginan rendah. Ini mengangkat cinta ilahi di atas keterikatan duniawi, menciptakan hati yang berpusat pada bimbingan kenabian.

Seperti yang dinyatakan Al-Ghazali: "Ketika cinta kepada Rasul memenuhi hati, secara alami mengurangi cinta pada keterikatan duniawi, namun meningkatkan perawatan yang tepat untuk keluarga seperti yang diajarkannya sendiri."