حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ سُفْيَانَ، ح وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، كِلاَهُمَا عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ، - وَهَذَا حَدِيثُ أَبِي بَكْرٍ - قَالَ أَوَّلُ مَنْ بَدَأَ بِالْخُطْبَةِ يَوْمَ الْعِيدِ قَبْلَ الصَّلاَةِ مَرْوَانُ فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ فَقَالَ الصَّلاَةُ قَبْلَ الْخُطْبَةِ ‏.‏ فَقَالَ قَدْ تُرِكَ مَا هُنَالِكَ ‏.‏ فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ أَمَّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ ‏"‏ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ ‏"‏ ‏.‏
Terjemahan
Ini diriwayatkan atas otoritas Tariq b. Shihab

Marwan-lah yang menginisiasi (praktek) menyampaikan khutbah (alamat) sebelum shalat pada hari Idul 'Idul 'Idul '. Seorang pria berdiri dan berkata: Shalat harus mendahului khutbah. Dia (Marwan) berkomentar, Ini (praktik) telah dihilangkan. Atas hal ini Abu Sa'id berkomentar: Orang ini telah melakukan (tugasnya) yang dibebankan kepadanya. Aku mendengar Rasulullah bersabda: Barangsiapa di antara kamu melihat sesuatu yang keji harus memodifikasinya dengan bantuan tangannya; dan jika dia tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk melakukannya, maka dia harus melakukannya dengan lidahnya, dan jika dia tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk melakukannya, (bahkan) maka dia harus (membencinya) dari hatinya, dan itu adalah iman yang paling kecil.

Comment

Kitab Iman - Sahih Muslim 49a

Narasi ini dari Sahih Muslim membahas prinsip dasar Islam tentang memerintahkan kebaikan dan melarang kejahatan, sambil juga mendokumentasikan insiden sejarah mengenai protokol shalat Id.

Konteks Historis

Marwan ibn al-Hakam, sebagai gubernur Madinah, berinovasi dengan menyampaikan khutbah sebelum shalat Id, bertentangan dengan praktik Kenabian yang mapan.

Pria anonim yang keberatan sedang memenuhi kewajiban agamanya dengan berbicara menentang penyimpangan dari Sunnah ini.

Komentar Ilmiah

Ajaran Nabi menguraikan tiga tingkat merespons kejahatan: intervensi fisik ketika mampu, keberatan verbal ketika tidak dapat bertindak secara fisik, dan penolakan internal ketika kedua tingkat sebelumnya tidak mungkin.

Dukungan Abu Sa'id mengonfirmasi bahwa pria itu memenuhi kewajibannya melalui keberatan verbal, respons yang tepat dalam keadaan ini.

Hadis ini menetapkan bahwa iman memiliki tingkatan, dengan yang terendah adalah penolakan kejahatan dari hati, menunjukkan bahwa iman bukan hanya keyakinan pasif tetapi memerlukan keterlibatan aktif dengan kebenaran.

Implikasi Hukum

Para ulama menyimpulkan dari ini bahwa shalat Id harus mendahului khutbah, mengikuti preseden Kenabian.

Insiden ini menunjukkan kewajiban umat Islam untuk melestarikan Sunnah dan memperbaiki inovasi, bahkan ketika datang dari otoritas.

Pendekatan bertahap untuk melarang kejahatan memastikan kewajiban berada dalam kapasitas setiap Muslim sesuai dengan keadaan mereka.