Saya mendengar Anas b. Malik berkata: Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) berbicara tentang dosa-dosa besar, atau dia ditanya tentang dosa-dosa besar. Atas hal ini dia mengamati: Mengasosiasikan siapa pun dengan Allah, membunuh seseorang, ketidaktaatan kepada orang tua. Dia (Nabi lebih lanjut) berkata: "Tidakkah aku harus memberitahukan kepadamu tentang dosa-dosa besar yang paling berat, dan (dalam hubungan ini) mengamati: Ucapan palsu atau kesaksian palsu. Kata Shu'ba. Itu kemungkinan besar "kesaksian palsu".
Kitab Iman - Sahih Muslim 88 b
Riwayat ini dari Anas ibn Mālik, yang disimpan dalam Ṣaḥīḥ Muslim, membahas masalah serius dosa-dosa besar (al-kabā'ir) dalam Islam. Nabi Muhammad (ﷺ) memulai dengan menyebutkan tiga kejahatan besar yang mendasar: syirik (menyekutukan Allāh), pembunuhan tanpa hak, dan durhaka kepada orang tua.
Hierarki Dosa-Dosa Besar
Pertanyaan retoris Nabi "Tidakkah seharusnya aku memberitahumu..." menunjukkan metode pedagogis untuk menekankan hal-hal yang sangat serius. Meskipun semua dosa yang disebutkan adalah besar, kesaksian palsu dikhususkan untuk peringatan khusus karena konsekuensi sosialnya yang merusak.
Kegawatan Kesaksian Palsu
Para ulama menjelaskan bahwa kesaksian palsu (shahādat al-zūr) merusak seluruh sistem peradilan, menyebabkan kesalahan dalam keadilan, dan menghancurkan kepercayaan sosial. Tingkat keparahannya terletak pada penggabungan kebohongan dengan kesucian kesaksian hukum, menjadikannya pelanggaran terhadap Tuhan dan masyarakat.
Implikasi Hukum dan Spiritual
Komentator klasik mencatat bahwa hadis ini menetapkan larangan terhadap segala bentuk sumpah palsu dan pernyataan palsu dalam masalah hukum. Bahaya spiritual berasal dari memberikan kesaksian palsu sambil menyebut nama Tuhan, sehingga menggabungkan dosa berbohong dengan ketidakhormatan terhadap otoritas ilahi.