Orang-orang berkata kepada Rasulullah (صلى الله عليه وسلم): Rasulullah, bolehkah kita melihat Tuhan kita pada hari kiamat? Sisa hadis tersebut diriwayatkan menurut riwayat Ibrahim b. Sa'd.
Kitab Iman - Sahih Muslim 182 b
Narasi dari Sahih Muslim ini membahas salah satu pertanyaan paling mendalam tentang Akhirat - apakah orang beriman akan melihat Tuhan mereka pada Hari Kebangkitan.
Pertanyaan tentang Penglihatan Ilahi
Pertanyaan para sahabat menunjukkan kerinduan spiritual mereka yang mendalam untuk menyaksikan Hakikat Ilahi. Pertanyaan semacam itu mencerminkan keinginan alami manusia untuk pengalaman langsung dengan Sang Pencipta.
Dalam teologi Islam, penglihatan Allah di Akhirat ditetapkan melalui banyak ayat Al-Qur'an dan hadis otentik, membentuk artikel iman yang mendasar bagi Ahl al-Sunnah wal-Jama'ah.
Interpretasi Ulama
Ulama klasik menekankan bahwa penglihatan ini akan terjadi tanpa melingkupi Hakikat Allah atau memahami sifat-Nya yang sejati, karena Dia melampaui semua ciptaan.
Ibn Kathir mencatat bahwa orang beriman akan melihat Allah "seperti seseorang melihat bulan di malam yang cerah," menunjukkan kejelasan sambil mempertahankan transendensi Realitas Ilahi di luar pemahaman manusia.
Al-Nawawi menjelaskan bahwa penglihatan ini merupakan kebahagiaan terbesar di Surga, melampaui semua kenikmatan lainnya, dan akan diberikan kepada orang beriman tanpa bagaimana (bila kayf) - menerima kenyataan sambil mengakui ketidakmampuan kita untuk sepenuhnya memahami modalitasnya.
Signifikansi Spiritual
Janji penglihatan ilahi ini berfungsi sebagai motivasi utama untuk perilaku benar, mengingatkan orang beriman bahwa imbalan terakhir mereka adalah kedekatan dengan Tuhan mereka.
Hadis ini mendorong persiapan spiritual melalui ibadah, zikir, dan pemurnian hati untuk layak menerima kehormatan tertinggi ini di tempat tinggal abadi.