حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ، حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ أَبِي عَيَّاشٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏"‏ إِنَّ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً رَجُلٌ صَرَفَ اللَّهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ قِبَلَ الْجَنَّةِ وَمَثَّلَ لَهُ شَجَرَةً ذَاتَ ظِلٍّ فَقَالَ أَىْ رَبِّ قَدِّمْنِي إِلَى هَذِهِ الشَّجَرَةِ أَكُونُ فِي ظِلِّهَا ‏"‏ ‏.‏ وَسَاقَ الْحَدِيثَ بِنَحْوِ حَدِيثِ ابْنِ مَسْعُودٍ وَلَمْ يُذْكُرْ ‏"‏ فَيَقُولُ يَا ابْنَ آدَمَ مَا يَصْرِينِي مِنْكَ ‏"‏ ‏.‏ إِلَى آخِرِ الْحَدِيثِ وَزَادَ فِيهِ ‏"‏ وَيُذَكِّرُهُ اللَّهُ سَلْ كَذَا وَكَذَا فَإِذَا انْقَطَعَتْ بِهِ الأَمَانِيُّ قَالَ اللَّهُ هُوَ لَكَ وَعَشَرَةُ أَمْثَالِهِ - قَالَ - ثُمَّ يَدْخُلُ بَيْتَهُ فَتَدْخُلُ عَلَيْهِ زَوْجَتَاهُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ فَتَقُولاَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَحْيَاكَ لَنَا وَأَحْيَانَا لَكَ - قَالَ - فَيَقُولُ مَا أُعْطِيَ أَحَدٌ مِثْلَ مَا أُعْطِيتُ ‏"‏ ‏.‏
Terjemahan
Dilaporkan atas otoritas Abu Huraira bahwa di hadapan Rasulullah diletakkan secangkir roti lembut, sup dan daging. Dia mengambil bagian dari kaki depan yang paling dia sukai. Dia mengiris (dengan giginya) sepotong (dari itu) dan berkata

Aku akan menjadi pemimpin umat manusia pada Hari Kebangkitan. Kemudian dia mengiris (daging itu) untuk kedua kalinya dan berkata: Akulah pemimpin umat manusia pada hari kiamat. Ketika dia melihat bahwa teman-temannya tidak bertanya kepadanya (tentang pernyataan ini) dia berkata: Mengapa kamu tidak berkata: Bagaimana itu bisa terjadi? Mereka berkata: Bagaimana jadinya, Rasulullah? Dia berkata: Orang-orang akan berdiri di hadapan Tuhan semesta alam. Dan sisa hadis itu diriwayatkan seperti yang disampaikan oleh Abu Hayyan, atas otoritas Abu Zur'a, dan dalam kisah Ibrahim, penambahan ini dibuat. Dia berkata dan menyebutkan kata-katanya sehubungan dengan bintang itu: Inilah Tuhanku. Dan kata-katanya sehubungan dengan dewa-dewa mereka: Tetapi yang besar di antara mereka telah melakukan itu. Dan kata-katanya: Saya sakit. Dia (Nabi Suci) bersabda: Demi Dia di tangan-Nya kehidupan Muhammad, jarak antara dua daun pintu dari bingkai penyangga mereka adalah seperti jarak antara Mekah dan Hajar atau Hajar dan Mekah. Saya tidak ingat bagaimana dia mengatakannya (apakah Mekah dan Hajar atau Hajar dan Mekkah).

Comment

Kitab Iman - Sahih Muslim 194b

Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Narasi dari Sahih Muslim ini mengandung ajaran mendalam tentang kepemimpinan Nabi pada Hari Kiamat dan sifat kedekatan ilahi.

Komentar tentang Kepemimpinan Kenabian

Pernyataan berulang Nabi "Aku adalah pemimpin umat manusia pada Hari Kebangkitan" menetapkan peran perantara uniknya. Para ulama menjelaskan ini merujuk pada kedudukannya sebagai "Pemimpin Anak-anak Adam" dan hak istimewanya atas "Syafaat Besar" ketika seluruh umat manusia akan mencari keselamatan dari kengerian Hari Penghakiman.

Diamnya para sahabat awalnya menunjukkan penghormatan mereka, sementara dorongannya untuk bertanya menunjukkan keinginannya untuk memberikan pengetahuan. Ini mencerminkan metode pedagogis dengan mendorong pertanyaan untuk memperdalam pemahaman.

Kedekatan Kosmik

Perbandingan antara jarak daun pintu dan jarak antara Mekah dan Hajar menggambarkan kedekatan yang tak terbayangkan yang akan dirasakan orang beriman kepada Allah. Komentator klasik mencatat ini melambangkan baik intensitas kehadiran ilahi maupun penghapusan semua tabir antara Pencipta dan ciptaan.

Penyebutan kisah-kisah Abraham menekankan kelanjutan pesan kenabian dan pentingnya monoteisme murni, mengontraskan pencarian tulus Abraham dengan penyimpangan politeistik kemudian.

Pengamatan Ilmiah

Ibn Hajr al-Asqalani mencatat sumpah Nabi "Demi Dia yang di Tangan-Nya kehidupan Muhammad" menekankan kepastian mutlak realitas ini. Referensi geografis ke Mekah dan Hajar (modern Al-Ahsa) memberikan analogi nyata untuk memahami realitas spiritual.

Al-Nawawi menekankan bahwa narasi semacam itu memperkuat iman pada yang gaib dan mempersiapkan orang beriman untuk pertemuan terakhir dengan Tuhan mereka, sambil mempertahankan penghormatan yang tepat untuk transendensi ilahi.