"Sesungguhnya Allah tidak melihat tubuhmu atau wajahmu, tetapi Dia melihat hatimu," dan dia menunjuk ke arah jantung dengan jari-jarinya.
Teks & Referensi Hadis
"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuhmu atau wajahmu, tetapi Dia melihat kepada hatimu," dan dia menunjuk ke arah hati dengan jari-jarinya.
Sumber: Kitab Kebajikan, Menyuruh Berbuat Baik, dan Menyambung Tali Silaturahmi, Sahih Muslim, Hadis: Sahih Muslim 2564 b
Makna Inti & Signifikansi
Hadis yang mendalam ini menetapkan bahwa penilaian Allah didasarkan bukan pada penampilan luar, kekayaan, atau status sosial, tetapi pada kondisi spiritual dan moral hati (qalb). Isyarat Nabi menekankan bahwa diri sejati, tempat niat (niyyah), iman (iman), dan karakter (akhlaq), berada di dalam.
Ini membebaskan orang beriman dari kecemasan penilaian duniawi dan mengarahkan fokus spiritual ke dalam, pada pengembangan hati yang sehat (qalbun salim) bebas dari kedengkian, kemunafikan, dan penyakit spiritual.
Komentar tentang "Hati" (Qalb)
Dalam kajian Islam, "hati" bukan hanya organ fisik tetapi pusat spiritual manusia. Ini adalah tempat akal, pemahaman, iman, dan kesadaran moral. Hati yang sehat adalah yang dipenuhi dengan kesadaran akan Tuhan (taqwa), keikhlasan (ikhlas), cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, dan belas kasihan terhadap ciptaan-Nya.
Sebaliknya, hati yang sakit atau mengeras adalah yang dipenuhi dengan iri, sombong, kebencian, dan kelalaian. Hadis ini menjadikan pemurnian hati (tazkiyat al-qalb) sebagai tujuan spiritual utama dalam kehidupan seorang Muslim.
Penjelasan Ilmiah
Imam An-Nawawi, dalam komentarnya tentang Sahih Muslim, menjelaskan bahwa hadis ini menyoroti ketidakpentingan bentuk fisik dan kecantikan luar dalam skala ilahi. Yang terpenting adalah realitas batin—kesalehan, kemurnian, dan niat baik yang terkandung dalam hati.
Ibn Rajab al-Hanbali menyatakan bahwa ajaran ini memperbaiki kesalahan manusia yang mendasar: menghargai wadah yang fana di atas isi yang abadi. Keberhasilan tertinggi dengan Allah ditentukan oleh keadaan hati seseorang pada saat kematian.
Implikasi Praktis bagi Orang Beriman
Ajaran ini menuntut kewaspadaan diri yang konstan (muraqabah). Orang beriman harus secara teratur menilai niat mereka, membersihkan hati dari penyakit spiritual, dan menghiasinya dengan kualitas-kualitas baik.
Ini menumbuhkan kerendahan hati, karena seseorang tidak dapat membanggakan keturunan atau penampilan, dan mempromosikan belas kasihan, karena seseorang menilai orang lain berdasarkan kesalehan batin mereka, yang hanya diketahui oleh Allah, mendorong kita untuk berprasangka baik terhadap sesama orang beriman.