Saya mendengar Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) bersabda: Seseorang tidak kuat karena dia bergulat dengan terampil. Mereka berkata: Rasulullah, lalu siapakah yang kuat? Dia berkata: Dia yang mengendalikan amarahnya ketika dia sedang marah.
Kitab Kebajikan, Menyuruh Akhlak Baik, dan Menyambung Tali Silaturahmi - Sahih Muslim 2609 b
Riwayat ini dari Nabi Muhammad (ﷺ) mendefinisikan ulang hakikat kekuatan, menggesernya dari keperkasaan fisik menjadi ketabahan spiritual dan moral. Para sahabat awalnya memahami kekuatan dalam arti konvensional, duniawi - kekuatan fisik dan keterampilan bertempur. Tanggapan Nabi mengangkat diskusi ke ranah karakter batin dan penguasaan diri.
Komentar Ilmiah tentang Kekuatan Sejati
Kekuatan sejati (al-quwwah al-haqīqiyyah) terletak bukan pada menguasai orang lain tetapi pada menguasai nafs (jiwa) sendiri. Gulat yang disebutkan mewakili semua bentuk dominasi fisik, sementara pertarungan sebenarnya adalah melawan naluri dasar sendiri. Kemarahan adalah salah satu kekuatan paling merusak dalam psikis manusia, mampu menyebabkan tindakan menyesal dan hubungan yang rusak.
Frasa "ketika dia dalam keadaan marah" menunjukkan bahwa kebajikan sejati ditunjukkan tepat ketika dorongan alami untuk marah paling kuat. Mudah mengklaim kesabaran saat tenang, tetapi ujian sebenarnya datang ketika emosi meluap. Mukmin yang kuat adalah yang, meskipun intensitas provokasi, mempertahankan kendali melalui ingatan sadar akan Allah dan pertimbangan konsekuensi.
Implikasi Praktis dan Manfaat Spiritual
Ajaran ini merevolusi interaksi sosial dengan menjadikan pengendalian diri sebagai bentuk kekuatan tertinggi. Dalam keadaan marah, iman seseorang diuji paling parah. Mengendalikan kemarahan mencegah keputusan terburu-buru, menjaga martabat, dan mempertahankan harmoni sosial. Siapa yang mengendalikan kemarahan memperoleh keridhaan Allah dan perlindungan dari bisikan setan.
Para ulama mencatat bahwa ini tidak berarti penekanan total semua kemarahan, karena ada kemarahan yang benar ketika batasan Allah dilanggar. Sebaliknya, ini merujuk pada mengendalikan kemarahan yang tidak adil atau berlebihan. Orang yang kuat menyalurkan kemarahan secara tepat dan mengungkapkannya dalam pedoman Islam, tidak pernah membiarkannya mengendalikan akal mereka atau menyebabkan ketidakadilan.