Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) dan saya keluar dari masjid dan kami bertemu dengan seseorang di ambang masjid dan dia berkata kepada Rasulullah (صلى الله عليه وسلم): Kapan Jam Terakhir? Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) berkata: Persiapan apa yang telah kamu buat untuk itu? Pria itu terdiam dan kemudian berkata: Rasulullah, saya tidak membuat persiapan yang signifikan dengan doa dan puasa dan sedekah, tetapi saya, bagaimanapun, mencintai Allah dan Rasul-Nya. Setelah itu (Nabi Suci) berkata: Kamu akan bersama dengan orang yang kamu cintai.
Teks Hadis
Rasulullah (ﷺ) dan saya sedang keluar dari masjid ketika kami bertemu seseorang di ambang pintu masjid dan dia berkata kepada Rasulullah (ﷺ): Kapan Kiamat akan terjadi? Rasulullah (ﷺ) berkata: Persiapan apa yang telah kamu lakukan untuk itu? Pria itu terdiam dan kemudian berkata: Ya Rasulullah, saya tidak membuat persiapan yang signifikan dengan shalat, puasa, dan sedekah, tetapi saya, bagaimanapun, mencintai Allah dan Rasul-Nya. Kemudian (Nabi Suci) berkata: Kamu akan bersama dengan orang yang kamu cintai.
Komentar Ilmiah
Hadis yang mendalam dari Sahih Muslim ini mengungkapkan keutamaan besar dari cinta tulus kepada Allah dan Rasul-Nya. Tanggapan Nabi mengalihkan penanya dari hal-hal spekulatif ke persiapan spiritual praktis, mengajarkan kita bahwa kepedulian terhadap Akhirat harus fokus pada keadaan spiritual kita daripada sekadar rasa ingin tahu tentang waktu.
Pengakuan pria tentang ibadah yang tidak memadai yang digabungkan dengan pernyataan cintanya menunjukkan bahwa cinta sejati kepada Allah dan Rasul-Nya mencakup dan melampaui tindakan ibadah tertentu. Para ulama klasik menjelaskan bahwa cinta ini tidak hanya emosional tetapi terwujud melalui ketaatan, mengikuti Sunnah, dan memprioritaskan apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya.
Pernyataan terakhir "Kamu akan bersama dengan orang yang kamu cintai" menetapkan prinsip persahabatan spiritual di Akhirat. Al-Qadi 'Iyad menjelaskan bahwa persahabatan ini mencakup kedekatan di Surga dan berbagi dalam kualitas mulia yang dicintai. Hadis ini memberikan harapan kepada setiap orang beriman yang hatinya mengandung cinta sejati kepada Nabi, meyakinkan mereka akan persahabatannya di Kehidupan Berikutnya.
Implikasi Praktis
Ajaran ini menekankan bahwa takdir akhir kita ditentukan oleh apa dan siapa yang kita cintai sebenarnya. Para ulama mencatat bahwa cinta kepada Nabi harus lebih besar daripada cinta kepada diri sendiri, keluarga, dan semua harta duniawi.
Cinta sejati pasti mengarah pada peneladanan - kita harus mempelajari karakter Nabi, mengikuti bimbingannya dalam semua hal, dan menghidupkan Sunnahnya dalam hidup kita. Seperti yang dinyatakan oleh Imam al-Ghazali, "Kesempurnaan cinta adalah kesesuaian dengan yang dicintai dalam apa yang dia cintai dan benci."