وَحَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، وَأَبُو غَسَّانَ الْمِسْمَعِيُّ ح وَحَدَّثَنَاهُ مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، وَابْنُ، بَشَّارٍ قَالُوا حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ، قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ قَتَادَةَ، وَمَطَرٍ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ أَبِي رَافِعٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏"‏ إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الأَرْبَعِ ثُمَّ جَهَدَهَا فَقَدْ وَجَبَ عَلَيْهِ الْغُسْلُ ‏"‏ ‏.‏ وَفِي حَدِيثِ مَطَرٍ ‏"‏ وَإِنْ لَمْ يُنْزِلْ ‏"‏ ‏.‏ قَالَ زُهَيْرٌ مِنْ بَيْنِهِمْ ‏"‏ بَيْنَ أَشْعُبِهَا الأَرْبَعِ ‏"‏ ‏.‏
Terjemahan
Abu Musa melaporkan

Di sana muncul perbedaan pendapat antara sekelompok Muhajir (Emigran dan sekelompok Ansar (Penolong) (dan inti perselisihannya adalah) bahwa Ansar berkata: Mandi (karena hubungan seksual) menjadi wajib hanya ketika air mani menyembur keluar atau ejakulasi. Tetapi para Muhajir berkata: Ketika seorang pria melakukan hubungan seksual (dengan wanita), mandi menjadi wajib (tidak peduli apakah ada emisi mani atau ejakulasi atau tidak). Abu Musa berkata: Baiklah, aku memuaskan kamu tentang (masalah) ini. Dia (Abu Musa, perawi) berkata: Saya bangun (dan pergi) kepada 'Aisyah dan meminta izinnya dan itu dikabulkan, dan saya berkata kepadanya: 0 Ibu, atau Bunda dari orang-orang yang beriman, saya ingin bertanya kepada Anda tentang masalah yang saya rasa malu. Dia berkata: Jangan malu bertanya kepadaku tentang hal yang dapat kamu tanyakan kepada ibumu, yang melahirkanmu, karena aku juga ibumu. Atas hal ini saya berkata: Apa yang membuat mandi wajib bagi seseorang? Dia menjawab: Anda telah menemukan satu informasi yang baik! Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) bersabda: Ketika seseorang duduk di tengah-tengah empat bagian (wanita) dan bagian yang disunat saling bersentuhan, mandi menjadi wajib.

Comment

Kitab Haid - Sahih Muslim 349

Narasi ini dari Sahih Muslim membahas pertanyaan yurisprudensial mendasar mengenai kondisi yang mengharuskan mandi wajib (ghusl). Perbedaan pendapat antara Muhajirin dan Ansar mencerminkan diskusi ilmiah awal tentang hal ini, yang diselesaikan secara otoritatif melalui kesaksian Aisyah (semoga Allah meridhainya), yang menyampaikan bimbingan Nabi secara langsung.

Komentar Ilmiah tentang Hadis

Titik perselisihan utama berkaitan dengan apa yang tepatnya memicu kewajiban ghusl. Ansar berpendapat bahwa ghusl menjadi wajib hanya pada ejakulasi sperma yang sebenarnya, sementara Muhajirin berargumen bahwa kontak genital saja selama hubungan intim mengharuskan mandi.

Tanggapan Aisyah (radi Allahu anha), mengutip Nabi Muhammad (sallallahu alayhi wasallam), memberikan keputusan definitif: "Ketika seseorang duduk di antara empat bagian (wanita) dan bagian yang disunat saling bersentuhan, mandi menjadi wajib." Ini menetapkan bahwa kontak genital penuh itu sendiri, terlepas dari emisi, mewajibkan ghusl.

Implikasi Hukum dan Keputusan

Hadis ini membentuk dasar untuk posisi mayoritas di antara ulama Islam bahwa penetrasi genital saja, tanpa ejakulasi, mengharuskan mandi ritual lengkap. Frasa "duduk di antara empat bagian" mengacu pada posisi selama hubungan intim, sementara "bagian yang disunat bersentuhan" menunjukkan kontak genital.

Keputusan ini menekankan pentingnya kesucian dalam ibadah Islam, karena aktivitas seksual memutus keadaan kesucian ritual yang diperlukan untuk shalat, pembacaan Al-Quran, dan tawaf Ka'bah. Pengajaran ini memastikan umat Islam mempertahankan keadaan kebersihan yang tepat untuk tindakan ibadah.