وَحَدَّثَنِي عَمْرٌو النَّاقِدُ، وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، ح وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، جَمِيعًا عَنِ ابْنِ عُيَيْنَةَ، قَالَ عَمْرٌو حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ سَعِيدٍ، وَعَبَّادِ بْنِ تَمِيمٍ، عَنْ عَمِّهِ، شُكِيَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم الرَّجُلُ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ يَجِدُ الشَّىْءَ فِي الصَّلاَةِ قَالَ ‏"‏ لاَ يَنْصَرِفُ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا ‏"‏ ‏.‏ قَالَ أَبُو بَكْرٍ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ فِي رِوَايَتِهِمَا هُوَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ ‏.‏
Terjemahan
'Abbad b. Tamim melaporkan dari pamannya bahwa seseorang membuat keluhan kepada Rasul (صلى الله عليه وسلم) bahwa dia menghibur (keraguan) karena sesuatu telah terjadi padanya yang melanggar wudhunya. Dia (Nabi Suci) berkata

Dia tidak boleh kembali (dari shalat) kecuali dia mendengar suara atau merasakan bau (angin yang lewat). Abu Bakar dan Zuhair b. Harb telah menunjukkan dalam riwayat mereka bahwa itu adalah 'Abdullah b. Zaid.

Comment

Kitab Haid - Sahih Muslim 361

Riwayat ini dari Sahih Muslim membahas masalah penting keraguan selama shalat, khususnya mengenai pembatalan wudhu. Hadis ini menetapkan bahwa kecurigaan atau ketidakpastian belaka tentang telah batalnya wudhu seseorang tidak cukup sebagai alasan untuk menghentikan shalat. Nabi (semoga damai besertanya) memerintahkan bahwa seseorang hanya boleh menghentikan shalat jika mereka mendengar suara atau mencium bau yang secara pasti menunjukkan keluarnya angin. Keputusan ini mencegah seringnya gangguan ibadah karena keraguan yang tidak berdasar, yang bisa berupa bisikan dari setan. Penjelasan oleh perawi Abu Bakar dan Zuhair b. Harb bahwa ini adalah Abdullah b. Zaid memastikan keaslian rantai dan menghilangkan ambiguitas tentang sahabat yang menyampaikan bimbingan ini.

Komentar Ilmiah

Ulama Islam dari semua madzhab (sekolah fikih) sepakat bahwa kepastian tidak dapat digugurkan oleh keraguan. Prinsip yang diambil dari hadis ini adalah bahwa keadaan asli kesucian seseorang tetap berlaku sampai ada bukti definitif yang sebaliknya. Persyaratan untuk bukti pendengaran atau penciuman memberikan kriteria objektif, mencegah keraguan subjektif dari membatalkan tindakan ibadah.

Ajaran ini juga membahas aspek spiritual waswas (bisikan setan), yang sering muncul sebagai keraguan berlebihan dalam kesucian ritual. Dengan menetapkan persyaratan bukti yang jelas dan nyata, Syariah melindungi umat beriman dari penyakit spiritual ini dan memungkinkan pengabdian yang tidak terputus kepada Allah.