وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، وَابْنُ، بَشَّارٍ - وَاللَّفْظُ لاِبْنِ الْمُثَنَّى - قَالاَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ، بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ سَمِعْتُ قَتَادَةَ، يُحَدِّثُ عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏"‏ إِذَا بَاتَتِ الْمَرْأَةُ هَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ ‏"‏ ‏.‏
Terjemahan
Abu Huraira (Allah ridha kepadanya) melaporkan Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) bersabda

Oleh-Nya di dalam Tangan-Nya hidupku, ketika seorang pria memanggil istrinya ke tempat tidurnya, dan dia tidak menanggapi, Dia yang di surga tidak senang kepadanya sampai dia (suaminya) berkenan kepadanya.

Comment

Teks & Konteks Hadis

"Demi Dia yang di Tangan-Nya jiwaku, ketika seorang laki-laki memanggil istrinya ke tempat tidurnya, dan dia tidak menanggapi, Yang di langit tidak senang dengannya sampai dia (suaminya) senang dengannya."

Riwayat mendalam ini dari Sahih Muslim 1436c menekankan pentingnya spiritual hubungan pernikahan dan responsivitas istri terhadap panggilan sah suaminya untuk keintiman.

Komentar Ilmiah

Para ulama menjelaskan bahwa hadis ini menetapkan sifat wajib seorang istri menanggapi undangan suaminya untuk keintiman, asalkan tidak ada alasan Islam yang sah seperti haid, sakit, atau puasa wajib.

Ibn Hajar al-Asqalani mencatat bahwa kata-kata keras "Yang di langit tidak senang dengannya" menunjukkan beratnya penolakan tanpa alasan yang valid, karena itu merupakan ketidaktaatan kepada suami dan Allah.

Al-Nawawi berkomentar bahwa ketidaksenangan ini berlanjut sampai rekonsiliasi terjadi dan suami menjadi senang dengan istrinya, menyoroti pentingnya menjaga harmoni pernikahan.

Dimensi Spiritual

Hadis ini menghubungkan perilaku pernikahan duniawi dengan kesenangan ilahi, mengajarkan bahwa memenuhi hak-hak pernikahan adalah ibadah yang mendekatkan seseorang kepada Allah.

Para ulama menekankan bahwa aturan ini berlaku sama untuk kedua pasangan dalam hal memenuhi kebutuhan intim masing-masing, meskipun kata-katanya secara khusus ditujukan kepada istri dalam riwayat ini.

Pengecualian alasan yang sah menunjukkan pendekatan Islam yang seimbang, mempertimbangkan kewajiban spiritual dan keadaan manusia.

Aplikasi Praktis

Ajaran ini mendorong responsivitas dan perhatian timbal balik terhadap kebutuhan pernikahan, memperkuat ikatan antara pasangan.

Para ulama memperingatkan agar tidak salah menafsirkan ini sebagai izin untuk penindasan, mencatat bahwa suami juga harus memenuhi hak-hak istri mereka dan mendekati keintiman dengan kebaikan dan pertimbangan.

Kebijaksanaan tertinggi adalah menciptakan rumah tangga yang dipenuhi dengan cinta, rahmat, dan kesenangan ilahi melalui pemenuhan hak-hak timbal balik.