حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ الْهَمْدَانِيُّ، حَدَّثَنَا أَبِي وَوَكِيعٌ، وَابْنُ، بِشْرٍ عَنْ إِسْمَاعِيلَ، عَنْ قَيْسٍ، قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ، يَقُولُ كُنَّا نَغْزُو مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لَيْسَ لَنَا نِسَاءٌ فَقُلْنَا أَلاَ نَسْتَخْصِي فَنَهَانَا عَنْ ذَلِكَ ثُمَّ رَخَّصَ لَنَا أَنْ نَنْكِحَ الْمَرْأَةَ بِالثَّوْبِ إِلَى أَجَلٍ ثُمَّ قَرَأَ عَبْدُ اللَّهِ ‏{‏ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ‏}‏ ‏.‏
Terjemahan
Salama b. al. Akwa' dan Jabir b. Abdullah melaporkan

Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) datang kepada kami dan mengizinkan kami untuk menikah sementara.

Comment

Kitab Pernikahan - Sahih Muslim 1405 b

Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, dan salam serta berkah atas Rasul terakhir-Nya Muhammad.

Latar Belakang Kontekstual

Narasi ini berkaitan dengan periode awal Islam ketika pernikahan sementara (mut'ah) awalnya diizinkan selama perjalanan dan ekspedisi militer. Keizinan ini khusus untuk keadaan darurat dan kesulitan.

Komentar Ilmiah

Para ulama klasik Islam, termasuk Imam Malik, Syafi'i, Ahmad bin Hanbal, dan Abu Hanifah, sepakat bahwa pernikahan sementara kemudian dihapus dan diharamkan secara permanen hingga Hari Kiamat. Penghapusan ini terjadi selama Penaklukan Khaibar atau selama Haji Wada', sebagaimana ditetapkan melalui narasi-narasi yang otentik.

Ibnu 'Abbas (semoga Allah meridainya) awalnya memegang keizinan berdasarkan teks-teks sebelumnya tetapi kemudian menarik kembali pendapatnya ketika ia mengetahui larangan akhir. Konsensus (ijma') umat Islam menyatakan bahwa pernikahan mut'ah tidak sah dan dilarang.

Keputusan Hukum

Setiap pernikahan yang dikontrak secara sementara atau untuk jangka waktu tertentu adalah batal dan tidak sah. Pernikahan Islam harus permanen, dengan mahar yang tepat, saksi, dan niat untuk membangun kehidupan keluarga. Pengaturan sementara bertentangan dengan tujuan mulia pernikahan dalam Islam yang mencakup ketenangan, kasih sayang, rahmat, dan keturunan.

Kesimpulan

Kami memahami dari ini bahwa meskipun pernikahan sementara awalnya diizinkan dalam keadaan tertentu, keputusan akhir Syariah adalah pelarangannya yang permanen. Muslim harus mematuhi wahyu akhir dan konsensus para ulama. Dan Allah Maha Mengetahui.