حَدَّثَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ مَيْسَرَةَ الْقَوَارِيرِيُّ، حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ الْحَارِثِ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏"‏ لاَ تُنْكَحُ الأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلاَ تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ ‏"‏ ‏.‏ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ إِذْنُهَا قَالَ ‏"‏ أَنْ تَسْكُتَ ‏"‏ ‏.‏
Terjemahan
Abu Huraira radhi'a.yallahu ฯkihi riwayat Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) telah mengatakan

Seorang wanita tanpa suami (atau bercerai atau janda) tidak boleh menikah sampai dia dikonsultasikan, dan seorang perawan tidak boleh menikah sampai izinnya diminta. Mereka bertanya kepada Nabi Allah (صلى الله عليه وسلم): Bagaimana persetujuan (perawan) dapat diminta? Dia (Nabi Suci) berkata: Bahwa dia tetap diam.

Comment

Kitab Pernikahan - Sahih Muslim 1419a

Seorang wanita tanpa suami (atau bercerai atau janda) tidak boleh dinikahkan sampai dia dimintai pendapat, dan seorang perawan tidak boleh dinikahkan sampai izinnya diminta. Mereka bertanya kepada Nabi Allah (ﷺ): Bagaimana persetujuannya (perawan) dapat diminta? Beliau (Nabi Suci) berkata: Bahwa dia diam.

Komentar Ilmiah

Hadis mulia ini menetapkan prinsip Islam mendasar bahwa pernikahan memerlukan persetujuan bebas dari wanita, baik dia sebelumnya menikah atau perawan. Syariah memberikan otonomi penuh kepada wanita dalam urusan perkawinan, menolak segala bentuk paksaan.

Untuk wanita yang sebelumnya menikah (thayyib), persetujuan verbal eksplisit diperlukan karena pengalaman dan kematangannya dalam urusan perkawinan. Dia harus langsung dimintai pendapat dan persetujuan jelasnya diperoleh.

Untuk perawan (bikr), diamnya merupakan persetujuan karena rasa malu dan kesopanan alaminya. Akomodasi ini mengakui norma budaya sambil melestarikan haknya untuk menolak pernikahan. Jika dia tetap diam ketika ditanya, ini menunjukkan penerimaannya. Jika dia secara eksplisit menolak atau menunjukkan ketidaksenangan, pernikahan tidak dapat dilanjutkan.

Kebijaksanaan di balik perbedaan ini terletak pada pemahaman sifat manusia. Wanita yang sebelumnya menikah, setelah mengalami pernikahan, dapat berbicara terbuka tentang keinginannya. Perawan, karena kepolosannya dan kesopanan alami, mungkin merasa sulit untuk menyatakan persetujuan secara verbal, sehingga diamnya ditafsirkan sebagai persetujuan.

Keputusan ini melindungi hak dan martabat wanita, memastikan pernikahan dibangun atas dasar kesediaan bersama daripada paksaan, menciptakan fondasi untuk rumah tangga Islam yang sukses.