Saya bertanya kepada Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) tentang seorang perawan yang pernikahannya dilangsungkan oleh walinya, apakah perlu atau tidak untuk berkonsultasi dengannya. Messerger Allah (صلى الله عليه وسلم) berkata: Ya, dia harus dikonsultasikan. 'Aisyah melaporkan: Aku mengatakan kepadanya bahwa dia merasa malu, lalu Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) berkata: Diamnya menyiratkan persetujuannya.
Kitab Pernikahan - Sahih Muslim 1420
Hadis ini menetapkan prinsip Islam fundamental bahwa persetujuan seorang wanita sangat penting untuk keabsahan pernikahannya, bahkan jika dia seorang perawan dan walinya mengaturnya.
Komentar tentang Peran Wali
Peran wali adalah perlindungan dan pengawasan, bukan kepemilikan. Dia memastikan pasangan yang diusulkan cocok dalam hal komitmen agama dan status sosial, melindungi kepentingan wanita.
Namun, wewenangnya tidak mengizinkannya memaksanya ke dalam pernikahan yang tidak dia inginkan. Tindakannya mengatur pernikahan bergantung pada persetujuan akhirnya.
Kebutuhan Konsultasi dan Persetujuan
Perintah jelas Nabi (ﷺ), "Ya, dia harus dikonsultasikan," menghilangkan ambiguitas apa pun. Konsultasi bukan sekadar formalitas; itu adalah persyaratan agama wajib (wujub).
Keputusan ini memberdayakan wanita dan mengakui kapasitas hukum mereka dalam salah satu kontrak paling signifikan dalam hidup. Pernikahan yang dibuat tanpa persetujuan wanita tidak sah menurut mayoritas ulama.
Memahami "Diam sebagai Persetujuan"
Kebijaksanaan Nabi (ﷺ) jelas dalam tanggapannya terhadap kekhawatiran valid 'A'isha tentang rasa malu seorang perawan. Dia menetapkan bahwa dalam konteks seperti itu, di mana proposal telah dibuat, diam bukanlah tanda penolakan atau ketidakpedulian.
Sebaliknya, itu ditafsirkan sebagai persetujuan positif dan afirmatif. Prinsip hukum ini (al-sukut fi maqam al-bayan bayan) mengakui norma budaya sambil menegakkan persyaratan inti persetujuan wanita, mencegah wali mengeksploitasi rasa malu untuk memaksa pernikahan.
Konsensus Ulama dan Implikasi Hukum
Hadis ini adalah bukti utama dalam yurisprudensi Islam untuk keputusan tentang persetujuan wanita. Ulama dari semua mazhab hukum utama setuju bahwa wanita dewasa yang waras tidak dapat dinikahkan tanpa izinnya.
Perbedaan di beberapa mazhab antara perawan dan wanita yang pernah menikah sering kali berkaitan dengan cara mengekspresikan persetujuan, bukan kebutuhannya. Untuk perawan, diam karena malu dapat mencukupi, sementara non-perawan diharapkan menyetujui secara verbal.