Jangan berpuasa sampai kamu melihat bulan baru, dan jangan berbuka puasa sampai kamu melihatnya; tetapi jika cuaca mendung, hitung tentang itu.
Kitab Puasa - Sahih Muslim 1080a
Jangan berpuasa sampai kamu melihat bulan baru, dan jangan berbuka puasa sampai kamu melihatnya; tetapi jika cuaca mendung, hitunglah tentang itu.
Komentar tentang Larangan
Hadis ini menetapkan prinsip dasar bahwa awal dan akhir Ramadan ditentukan oleh penglihatan fisik bulan sabit. Perintah "jangan berpuasa" dan "jangan berbuka puasa" membawa kekuatan larangan, menunjukkan bahwa memulai atau mengakhiri puasa berdasarkan perhitungan belaka tanpa penglihatan aktual adalah tidak sah secara agama.
Larangan ini melayani berbagai hikmah: melestarikan kesatuan komunitas Muslim di bawah satu penglihatan, mempertahankan kesederhanaan ibadah Islam, dan memperkuat konsep tawakkul (bersandar kepada Allah) dalam urusan ibadah.
Pengecualian untuk Kondisi Mendung
Frasa "tetapi jika cuaca mendung, hitunglah tentang itu" memberikan fleksibilitas yang diperlukan untuk keadaan di mana pengamatan langsung tidak mungkin. Para ulama menafsirkan "hitung" (faqdurū lahu) sebagai menyelesaikan bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari, sebagaimana ditetapkan dalam narasi sahabat.
Pengecualian ini menunjukkan pendekatan praktis Islam terhadap kewajiban agama, memperhitungkan kesulitan dunia nyata sambil mempertahankan prinsip utama penglihatan fisik. Perhitungan di sini mengacu pada menyelesaikan hitungan bulan sebelumnya daripada komputasi astronomi.
Konsensus dan Implementasi Ulama
Mayoritas ulama klasik, termasuk empat mazhab Sunni, setuju bahwa penglihatan bulan harus ditetapkan melalui kesaksian visual yang dapat diandalkan. Perhitungan astronomi hanya dipertimbangkan ketika mereka membantu menentukan ketidakmungkinan penglihatan karena posisi bulan.
Hadis ini membentuk dasar untuk praktik terpadu komunitas Muslim memulai dan mengakhiri Ramadan bersama, menekankan sifat kolektif ibadah ini dan mencegah fragmentasi dalam pelaksanaan agama.