أَخْبَرَنَا سُوَيْدُ بْنُ نَصْرٍ، قَالَ أَنْبَأَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، قَالَ أَنْبَأَنَا الأَوْزَاعِيُّ، قَالَ حَدَّثَنِي الْمُطَّلِبُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَنْطَبٍ، أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ، تَوَضَّأَ ثَلاَثًا ثَلاَثًا يُسْنِدُ ذَلِكَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ‏.‏
Terjemahan

Al-Muttalib bin 'Abdullah bin Hantab (meriwayatkan) bahwa 'Abdullah bin 'Umar melakukan Wudu', membasuh setiap bagian tubuh tiga kali, dan dia mengaitkannya dengan Nabi (صلى الله عليه وسلم).

Comment

Kitab Penyucian - Sunan an-Nasa'i 81

Riwayat ini dari Abdullah bin Umar, yang disampaikan melalui Al-Muttalib bin Abdullah bin Hantab, menetapkan preseden kenabian untuk melakukan setiap tindakan dalam wudu tiga kali. Atribusi kepada Rasulullah (ﷺ) memberikan praktik ini otoritas agama tertinggi.

Komentar Ilmiah tentang Pengulangan Tiga Kali

Pengulangan tiga kali dalam wudu mewakili penyempurnaan dan kesempurnaan cara penyucian yang disarankan. Para ulama menganggap ini sebagai bentuk wudu yang paling lengkap, meskipun melakukan setiap tindakan sekali memenuhi persyaratan wajib. Pengulangan tiga kali memastikan pembersihan menyeluruh dan menunjukkan perhatian ekstra dalam ibadah agama.

Ibn Qudamah al-Maqdisi menyatakan dalam al-Mughni: "Sunnah adalah mencuci setiap bagian tiga kali, karena ini adalah apa yang Nabi (ﷺ) lakukan secara konsisten, dan itu mewakili jalan tengah antara kelalaian dan berlebihan." Praktik ini mewujudkan prinsip moderasi Islam sambil mencapai penyucian menyeluruh.

Keputusan Hukum dan Signifikansi Spiritual

Mayoritas ulama menganggap pengulangan tiga kali sebagai sunnah mu'akkadah (tradisi yang ditekankan) daripada kewajiban. Imam Nawawi menjelaskan dalam al-Majmu': "Meskipun satu kali pencucian memenuhi fard (kewajiban), tiga pengulangan menyempurnakan sunnah dan membawa pahala yang lebih besar."

Secara spiritual, pengulangan tiga kali melambangkan penyucian tubuh, hati, dan jiwa. Setiap pencucian berfungsi sebagai pengingat untuk membersihkan tidak hanya kotoran fisik tetapi juga noda spiritual. Seperti yang dicatat Al-Ghazali dalam Ihya Ulum al-Din: "Pencucian luar harus mendorong refleksi batin tentang pemurnian karakter seseorang dari cacat moral."