حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، أَخْبَرَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْمُبَارَكِ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ الْحَارِثِ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أُنَاسٍ خُصُومَةٌ فِي أَرْضٍ، فَدَخَلَ عَلَى عَائِشَةَ فَذَكَرَ لَهَا ذَلِكَ، فَقَالَتْ يَا أَبَا سَلَمَةَ اجْتَنِبِ الأَرْضَ، فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏"‏ مَنْ ظَلَمَ قِيدَ شِبْرٍ طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ ‏"‏‏.‏
Terjemahan
Narasi Ayah Salim

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mengambil sebidang tanah secara tidak adil, akan menenggelamkan tujuh bumi pada hari kiamat.” ﷺ

Comment

Awal Penciptaan - Sahih al-Bukhari 3196

Nabi (ﷺ) bersabda, "Siapa pun yang mengambil sebidang tanah secara tidak adil akan tenggelam ke tujuh bumi pada Hari Kebangkitan."

Komentar tentang Larangan Perebutan Tanah

Hadis yang mendalam dari Sahih al-Bukhari ini menetapkan larangan keras terhadap perebutan tanah atau properti secara tidak sah. Gambaran tenggelam melalui tujuh bumi menggambarkan besarnya dosa ini di hadapan Allah.

Ulama klasik menjelaskan bahwa "mengambil tanah secara tidak adil" (ghasb al-ard) mencakup segala bentuk perampasan properti tanpa hak yang sah—baik melalui paksaan, penipuan, atau klaim palsu. Ini termasuk merambah tanah publik, melanggar batas, atau mengklaim warisan yang tidak seharusnya.

"Tujuh bumi" yang disebutkan merujuk pada penciptaan berlapis di bawah kita, yang diketahui melalui wahyu Al-Quran. Hukuman yang digambarkan bersifat fisik dan spiritual—si perebut akan dipermalukan dan secara fisik turun sambil menanggung beban pelanggaran mereka.

Ulama menekankan bahwa tobat memerlukan pengembalian properti kepada pemilik yang sah dan memohon ampunan. Jika pemilik asli tidak dapat ditemukan, nilainya harus disedekahkan atas nama mereka. Hadis ini berfungsi sebagai peringatan serius terhadap pelanggaran hak properti dalam hukum Islam.

Implikasi Hukum dan Etika

Yurisprudensi Islam mengategorikan perebutan tanah sebagai dosa besar karena melanggar hak orang lain (huquq al-ibad). Hukuman di Akhirat mencerminkan beratnya melanggar batas-batas Allah mengenai kepemilikan.

Larangan ini melampaui tanah fisik untuk mencakup hak properti apa pun, hak kekayaan intelektual, dan hak finansial. Prinsip ini melindungi konsep fundamental Islam tentang kepemilikan dan keadilan sosial.

Hadis ini memperkuat bahwa kepemilikan duniawi atas properti yang direbut adalah sementara dan ilusif, sementara konsekuensinya abadi. Orang beriman sejati harus dengan teliti menghindari hal-hal yang meragukan mengenai properti orang lain.