Rasulullah SAW (ﷺ), yang benar dan benar-benar diwahyukan berkata, “(Masalah penciptaan) seorang manusia disatukan dalam rahim ibu dalam empat puluh hari, kemudian ia menjadi gumpalan darah kental untuk periode yang sama, dan kemudian sepotong daging untuk periode yang sama. Kemudian Allah mengutus seorang malaikat yang diperintahkan untuk menulis empat hal. Dia diperintahkan untuk menuliskan perbuatannya (yaitu makhluk baru), mata pencahariannya, (tanggal) kematiannya, dan apakah dia akan diberkati atau celaka (dalam agama). Kemudian jiwa dihembuskan ke dalam dirinya. Maka seorang di antaramu boleh berbuat kebaikan sampai hanya ada satu hasta antara dia dan surga, kemudian apa yang tertulis baginya menentukan perilakunya dan dia mulai melakukan perbuatan (jahat) yang khas dari penghuni neraka. Dan demikian pula seorang di antaramu dapat melakukan perbuatan (jahat) sampai hanya ada satu hasta antara dia dan neraka (neraka), kemudian apa yang tertulis baginya menentukan tingkah lakunya, dan dia mulai mengerjakan amal-amal yang khas dari penghuni surga.
Awal Penciptaan - Sahih al-Bukhari 3208
Hadis yang mendalam dari Sahih al-Bukhari ini mengungkapkan hikmah ilahi dalam penciptaan manusia dan takdir, yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud (semoga Allah meridhainya).
Tahap Perkembangan Embrio
Nabi (ﷺ) menggambarkan tiga periode empat puluh hari: pertama sebagai nutfah (tetesan sperma), kemudian sebagai alaqah (gumpalan yang menempel), kemudian sebagai mudghah (gumpalan daging yang dikunyah). Ini menunjukkan kekuatan kreatif Allah yang sempurna dalam pembentukan bertahap.
Embriologi modern mengonfirmasi deskripsi ajaib ini, meskipun Nabi (ﷺ) menerima pengetahuan ini melalui wahyu, bukan studi ilmiah.
Tugas Ilahi Malaikat
Setelah 120 hari, Allah mengirim malaikat untuk mencatat empat ketetapan: perbuatan, rezeki, umur, dan takdir akhir (berkah atau celaka). Ini terjadi sebelum peniupan ruh (nafkh ar-ruh).
Ini menetapkan doktrin Islam tentang takdir ilahi (al-qadr) sambil mempertahankan tanggung jawab manusia.
Paradoks Kehendak Bebas dan Takdir
Bagian akhir ini menyelesaikan kontradiksi yang tampak antara pengetahuan ilahi sebelumnya dan pilihan manusia. Perbuatan akhir seseorang selaras dengan sifatnya yang telah ditentukan, namun mereka tetap bertanggung jawab atas tindakan mereka.
Seperti yang dijelaskan para ulama, pengetahuan ilahi tidak memaksa tindakan tetapi mencakupnya. Ketetapan yang tercatat terwujud melalui kecenderungan bawaan dan keadaan seseorang.
Komentar Ulama
Ibn Hajar al-Asqalani mencatat dalam Fath al-Bari bahwa hadis ini menggabungkan embriologi dengan teologi, menunjukkan bagaimana perkembangan fisik dan spiritual saling terkait.
Al-Nawawi menekankan bahwa meskipun takdir telah ditetapkan, kita hanya mengetahui nasib kita melalui tindakan akhir kita. Oleh karena itu, umat Islam harus tetap berharap pada rahmat Allah dan takut akan keadilan-Nya.