حَدَّثَنَا صَدَقَةُ، أَخْبَرَنَا عَبْدَةُ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ سَالِمٍ، وَنَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ ـ رضى الله عنهما ـ نَهَى النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ الأَهْلِيَّةِ يَوْمَ خَيْبَرَ‏.‏
Terjemahan
Diriwayatkan Jabir bin 'Abdullah

Nabi (ﷺ) melarang makan daging keledai pada hari pertempuran Khaibar, dan mengizinkan makan daging kuda.

Comment

Larangan Daging Keledai

Larangan daging keledai domestik selama Pertempuran Khaibar adalah keputusan sementara yang spesifik untuk kesempatan itu. Para ulama berbeda pendapat apakah larangan ini tetap permanen atau telah dihapus. Pendapat yang lebih kuat adalah bahwa itu tetap dilarang karena sifatnya yang tidak suci dan kebijaksanaan dalam melestarikan hewan-hewan ini untuk transportasi dan pekerjaan pertanian.

Kebolehan Daging Kuda

Izin untuk mengonsumsi daging kuda menunjukkan kemurnian dan status halalnya. Keputusan ini ditetapkan melalui banyak riwayat otentik. Kuda, meskipun makhluk mulia, diizinkan untuk dikonsumsi ketika disembelih dengan benar sesuai pedoman Islam, meskipun beberapa ulama menganggapnya makruh (tidak disukai) karena nilainya dalam jihad dan transportasi.

Konteks Khaibar

Pertempuran Khaibar terjadi pada tahun ke-7 setelah Hijrah. Larangan sementara itu memiliki beberapa kebijaksanaan: membedakan antara daging yang suci dan tidak suci, menguji ketaatan para sahabat, dan mencegah pemborosan sumber daya berharga selama kampanye militer ketika keledai sangat penting untuk transportasi.

Implikasi Yuridis

Hadis ini menetapkan prinsip-prinsip penting dalam yurisprudensi Islam: kebolehan daging kuda tetap tidak diperdebatkan di antara mayoritas ulama, sementara daging keledai domestik umumnya dianggap tidak sah. Namun, keledai liar (onager) diizinkan menurut kebanyakan ulama berdasarkan riwayat otentik lainnya.