Ketika orang-orang sedang salat Subuh di Quba' (dekat Madinah), seseorang mendatangi mereka dan berkata: "Hal itu telah diturunkan kepada Rasulullah (ﷺ) malam ini, dan dia diperintahkan untuk salat menghadap Ka`bah." Maka arahkanlah wajahmu menghadap Ka`bah. Orang-orang itu menghadap Syam (Yerusalem) sehingga mereka menghadapkan wajah mereka ke arah Ka`bah (di Mekah).
Peristiwa Perubahan Kiblat
Riwayat ini dari Sahih al-Bukhari 403 menggambarkan momen penting ketika arah salat (kiblat) diubah dari Yerusalem ke Masjidil Haram di Mekah. Ini terjadi sekitar enam belas atau tujuh belas bulan setelah hijrah Nabi ke Madinah.
Wahyu Ilahi & Kepatuhan Langsung
Frasa "diwahyukan kepada Rasulullah malam ini" menunjukkan bahwa ini adalah wahyu baru dari Allah, menunjukkan bahwa hukum Islam berasal semata-mata dari instruksi ilahi, bukan preferensi manusia.
Kepatuhan langsung para sahabat—berbalik di tengah salat—mencontohkan ketundukan sempurna kepada perintah Allah tanpa ragu-ragu atau pertanyaan.
Signifikansi Ka'bah sebagai Kiblat
Ka'bah, yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Ismail, mewakili tradisi monoteistik asli. Penetapannya sebagai kiblat memulihkan warisan Abrahamik dan memberikan identitas spiritual yang khas bagi Muslim.
Perubahan ini juga melambangkan transisi dari misi kenabian sebelumnya ke pesan akhir dan universal Islam yang berpusat di Mekah.
Implikasi Hukum
Para ulama menyimpulkan dari hadis ini bahwa salat tetap sah bahkan jika arah kiblat berubah selama salat—jamaah harus segera mengubah arah mereka.
Ini juga menetapkan bahwa berita penting keagamaan harus disampaikan kepada komunitas dengan segera, bahkan selama salat berjamaah.
Kesatuan Spiritual
Kiblat tunggal memupuk persatuan Muslim global, karena jutaan orang di seluruh dunia menghadap pusat spiritual yang sama lima kali sehari, melampaui batas etnis, linguistik, dan geografis.